Berjuang Bersama, Warga Bara-Baraya & Apatis Makassar: Tolak Penggusuran & Biaya Kuliah


Meski terik matahari mencekam panasnya, puluhan massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Bara-Baraya Bersatu (ABB) dan Aliansi Pendidikan Gratis (Apatis) Makassar juga tak kalah membara. Siang itu, kedua aliansi ini saling bahu-membahu dalam menggelar aksi di tiga titik, yakni Pengadilan Negeri Makassar, Polrestabes Makassar, dan depan Universitas Negeri Makassar (UNM) Kampus Gunung Sari pada Kamis (13/6). Aksi tersebut merupakan seruan lantang atas kedua tuntutan besar mereka, tolak penggusuran dan biaya kuliah mahal.

Diawali dengan demonstrasi di titik pertama, depan Pengadilan Negeri (PN) Makassar sekitar pukul 11 WITA. Setelah massa aksi memarkirkan kendaraan dan membentangkan spanduk, massa mulai menggencarkan orasi. Tak lama berselang, pihak humas PN Makassar muncul di hadapan massa aksi dan terjadilah dialog dengan warga Bara-Baraya.

Dalam dialog itu, pihak humas PN Makassar membenarkan adanya rencana eksekusi terhadap tanah di Bara-Baraya. “Terus terang saya dapat informasi bahwa ada permohonan eksekusi. Dengan alasan bahwa pihak pemohon juga, dia membutuhkan kepastian hukum dan kemanfaatan hukumnya, itu alasannya,” ucap pria tersebut.

Menimpali hal tersebut, Andarias–salah satu warga–menuntut kepada pihak pengadilan untuk tidak gegabah dalam mengeksekusi tanah Bara-Baraya dan membatalkan rencana tersebut. Terlebih, warga Bara-Baraya sedang menyiapkan langkah-langkah hukum lanjutan yang lebih kuat dari Derden Verzet, serta data-data berupa novum. “Tunggu saja tanggal mainnya!” tantang Andarias.

Ia juga menegaskan bahwa rencana itu semestinya melalui pertimbangan yang matang, terutama dari aspek kemanusiaan. Bagaimana pun, hal tersebut menyangkut hajat hidup orang banyak, yaitu warga Bara-Baraya. “Artinya kalau ruang hidupnya warga Bara-Baraya dirampas, maka itu sama saja dengan pelanggaran hak asasi manusia. Dan tentu saja, upaya perlawanan apa pun kami akan lakukan. Ya, hidup kami di situ,” tambahnya ketika diwawancara.

Usai dialog berakhir pada pukul 12.22 WITA, massa aksi pun beristirahat dengan makan siang bersama. Kehangatan itu diselingi dengan beberapa orasi dan pembacaan puisi. Menjelang pukul 14.00 WITA, massa aksi pun bergeser ke titik api selanjutnya, Polrestabes Makassar. Di sana, berbagai varian polisi pun sudah menunggu.

Massa aksi kembali membentangkan spanduk-spanduk tuntutan dan melayangkan orasi. Hingga akhirnya, perwakilan atasan Polrestabes pun menyambangi mobil komando massa aksi untuk berdialog. Masih dengan semangat dan ketegasan yang sama, Andarias, sekali lagi memperingati Polrestabes Makassar untuk tidak gegabah mengeksekusi tanah warga Bara-Baraya sebagaimana penegak hukum yang mestinya melindungi masyarakat.

Kepada Catatankaki, Andarias juga menyinggung bahwa aparat keamanan tentunya tidak menginginkan benturan antara warga dan aparat, apalagi sampai berjatuhan korban. Ia juga berharap agar muruah pengadilan dan aparat keamanan tidak dijatuhkan oleh tekanan-tekanan dari oknum yang mendaku ahli waris. “Jangan gara-gara misalnya ada sogokan yang masuk, lalu kemudian sisi kemanusiaan, sisi keadilan warga diabaikan,” ungkapnya.

Pada pukul 14.33 WITA setelah selesai menggeruduk Polrestabes Makassar, massa aksi kemudian bergeser ke Universitas Negeri Makassar (UNM) Kampus Gunung Sari. Setelah menempuh perjalanan sekitar 20 menit, massa aksi akhirnya tiba di hadapan Menara Phinisi UNM. Di sana, massa mulai kembali membangun simpul dan membuka mimbar orasi.

Dirga selaku humas Apatis Makassar menyebut bahwa alasannya turut bergabung barisan dengan ABB adalah solidaritas kemanusiaan. Ia mengakui, secara spesifik memang terdapat perbedaan dalam isu yang diperjuangkan masing-masing aliansi. Namun menurutnya, terdapat satu titik temu antara masalah pendidikan dan masalah ruang hidup yang terancam, yaitu hak asasi manusia sebagaimana cita-cita atas ratifikasi Kovenan HAM Internasional 1966 tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya.

“Apalagi di sini ada salah satu warga Bara-Baraya yang terancam tergusur sekaligus harus cari uang untuk bayar UKT anaknya di Unhas,” ungkap Dirga saat diwawancarai.

Melalui konferensi pers yang dihelat massa aksi usai mimbar orasi, Dirga memberi pengantar ihwal advokasi Apatis pusat dengan mengajukan Judicial Review (JR) terhadap Permendikbudristek No. 2 Tahun 2024 tetang SSOBPT per tanggal 13 Juni 2024. “Ke depan judicial review akan berhubungan dengan gugatan lainnya kita punya 5 gugatan, teman-teman. Semua ini akan masuk gugatan citizen law suit, jadi warga sipil yang menggugat kebijakan negaranya,” ucapnya.

Sebagai pemohon, Apatis menyorot kebijakan terbaru pada masalah kebijakan biaya pendidikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Iuran Pembangunan Institusi (IPI) yang tidak terjangkau rakyat secara umum, cacat logika, dan cacat hukum.

Di akhir konferensi pers, baik Apatis Makassar maupun ABB saling membacakan tuntutannya. Adapun tuntutan-tuntutan Apatis Makassar:

1. Cabut Permendikbudristek No. 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi.

2. Kembalikan rumus Uang Kuliah Tunggal (UKT) menjadi Biaya Kuliah Tunggal (BKT) dikurangi biaya yang ditanggung oleh Pemerintah (BOPTN dan BPPTNBH), yang wajib mempertimbangkan kemampuan ekonomi mahasiswa, orangtua mahasiswa atau pihak lain yang membiayainya.

3. Tingkatkan sekurang-kurangnya dua kali lipat anggaran BOPTN dan BPPTNBH, lalu alokasikan untuk memberi subsidi tarif UKT mahasiswa, yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

4. Wajibkan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) menerapkan UKT golongan 1 (nol rupiah) dan UKT golongan 2 (500.000 s/d 1.000.000 rupiah) pada mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi sekurang-kurangnya 40% dari seluruh populasi mahasiswa di suatu PTN, di luar mandat program KIP-K dan beasiswa.

5. Kembalikan pungutan tunggal dalam sistem UKT, dengan melarang penerapan IPI di kampus-kampus dan termasuk segala pungutan di luar UKT (seperti pungutan KKN, KKL, praktikum, yudisium, wisuda, dsb).

6. Terapkan kebijakan tarif UKT regresif (tarif yang mengalami penurunan nominal secara periodik) sekurang-kurangnya 10% setiap tahun untuk diberlakukan ke semua PTN, seiring dengan penambahan BOPTN ke semua PTN.

7. Terapkan indikator penempatan mahasiswa dalam golongan UKT secara nasional, dengan mempertimbangkan aspek-aspek sekurang-kurangnya kemampuan ekonomi dan jumlah tanggungan keluarga/wali mahasiswa. Indikator tersebut harus diumumkan secara transparan kepada publik.

8. Batalkan seluruh kerja sama pinjaman dana pendidikan (student loan) antara perusahaan-perusahaan lembaga keuangan (perbankan maupun perusahaan pinjaman online) dengan perguruan tinggi.

9. Anggarkan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Swasta (BOPTS) pada semua Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang bersifat nirlaba, yang fokus dialokasikan untuk penurunan tarif uang kuliah mahasiswa PTS yang kurang mampu secara ekonomi.

10. Wajibkan perguruan tinggi untuk melibatkan civitas akademika (mahasiswa, dosen, dan pekerja kampus) secara terbuka dalam setiap perencanaan, perumusan, dan pengambilan kebijakan perguruan tinggi yang berdampak pada civitas akademika.

Kemudian, adapun tuntutan-tuntutan yang diserukan oleh ABB, yaitu lewat pembacaan tuntutan, Andarias menyebut warga Bara-Baraya meminta kepada Pengadilan Negeri untuk tidak gegabah mengeluarkan perintah eksekusi. Sebab sampai saat ini, langkah hukum masih berjalan berupa PK Derden Verzet yang ada di Mahkamah Agung.  Selain itu juga, ia mengaku bahwa warga telah menyiapkan langkah-langkah hukum berikutnya.

“Kami sementara menyusun, mencari data-data yang lebih konkret, yang lebih riil, aktual, dan lebih valid untuk membuktikan bahwa keputusan pengadilan ini keliru selama ini,” jelasnya.

Lanjut ia menuturkan bahwa warga meminta kepada aparat keamanan terutama pihak kepolisian dalam hal ini Polrestabes Makassar, untuk juga tidak ikut menekan pengadilan atau ikut ditekan oleh mafia-mafia tanah.

“Kami menegaskan pada kesempatan ini bahwa Bara-Baraya siap menghadapi apa pun, kalau-kalau eksekusi itu dipaksakan. Karena, sekali lagi, Bara-Baraya adalah ruang hidup kami, hak asasi kami untuk hidup di situ, dan berarti siapapun yang akan mengganggu ketentraman kami, siapapun dan pihak manapun yang akan mengancam, merampas hak asasi kami di atas ruang hidup kami sendiri, kami akan lawan,” tandasnya.


Wartawan: Erick Evangelista Savala & Hanan Afifah

Previous Merespon Rencana Penggusuran Ujung Tanah, Masyarakat Kepung Balai Kota Makassar
Next Unhas Darurat Demokrasi, Aksi Protes Berujung Intimidasi Mahasiswa

No Comment

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *