Tahun 1968 bukanlah tahun yang baik-baik saja, terdapat sederet kejadian yang begitu membekas di tahun itu. Mulai dari pembunuhan Martin Luther King Jr, seorang pendeta sekaligus aktivis Amerika Serikat yang memimpin gerakan hak sipil melawan diskriminasi rasial, pada 4 April 1968 – sampai pembunuhan Senator Amerika Serikat, Robert Francis ‘Bobby’ Kennedy, pada 6 Juni 1968.
Namun seakan rangkaian kejadian tadi belum cukup valid disebut untuk tahun yang ‘tidak baik-baik saja’, terjadilah kemudian bentrok antara polisi dan massa aksi pada demonstrasi anti-perang Vietnam di Chicago, Amerika Serikat, yang akhirnya berujung persidangan panjang dan kontroversial terhadap beberapa orang yang dituding kepala dari hadirnya demonstrasi tersebut. Persidangan inilah yang digambarkan Aaron Sorkin di filmnya yang berjudul The Trial of Chicago 7. Diperankan oleh Sacha Baron Cohen, Eddie Redmayne, Yahya Abdul-Mateen II, Jeremy Strong, Mark Rylance, Joseph Gordon-Levitt, Michael Keaton, Frank Langella, John Carroll Lynch, Alex Sharp, John Doman, dan Ben Shenkman.
Keahlian Sorkin dalam menggarap film drama politik tidak diragukan lagi, bisa dibuktikan dari karya-karyanya, seperti film A Few Good Men (1992), The American President (1995), Charlie Wilson’s War (2007), hingga The Social Network (2010).
Film The Trial of the Chicago 7 ini sudah tayang di platform Netflix sejak Oktober 2020 lalu. Berdurasi 2 jam 10 menit, penonton akan dibuat tegang dengan alur maju-mundur yang apik, serta potongan-potongan dialog yang menarik, tak ayal membuat adegan-adegan dalam film tersebut begitu mengagumkan. Yang tentu dengan beberapa cuplikan adegan yang menampilkan video dokumentasi dari peristiwa aslinya, membuat film ini layak menjadi rekomendasi.
Di film ini, Sorkin menyoroti kebrutalan polisi dan ketidakadilan rasial yang dialami oleh salah satu terdakwa saat persidangan berlangsung. Hal tersbut seolah memberi kesan partisipasi Sorkin dalam aksi protes di Amerika Serikat tahun 2020 kemarin selepas pembunuhan George Floyd oleh polisi.

PLOT (Spoiler Alert)
Bermula dari Jaksa Agung Federal saat itu, John N. Mitchell (diperankan oleh John Doman), yang beranggapan bahwa, kerusuhan yang terjadi mengandung unsur konspirasi. Ia ingin membuktikan bahwa pemicu kerusuhan saat itu bukan dari pihak kepolisian, tapi para aktivis dari beberapa kelompok radikal kiri. Katanya~
Kerusuhan yang dimaksud Mitchell ini awalnya dari aksi yang digelar saat berlangsungnya Konvensi Nasional Demokrat oleh kelompok aktivis HAM dan anti-perang Vietnam dalam menolak keterlibatan Amerika Serikat di perang Vietnam pada tahun 1968. Mereka sudah resah karena banyaknya warga Amerika Serikat dikorbankan dalam perang Vietnam. Namun, seperti aksi-aksi kebanyakan, aksi yang mulanya berlangsung damai berakhir jadi bentrok dengan pihak kepolisian.
Kedelapan aktivis yang dituduh sebagai biang keladi timbulnya kerusuhan pun berakhir diperlakukan tidak adil di pengadilan negeri Chicago. Illinois, yang dipimpin oleh Hakim Julius Hoffman (Frank Langella) mereka terjerat dalam kasus 69 CR 180 “Amerika Serikat melawan David Dellinger, dkk.”, yang diwakili pengacara William Kunstler (Mark Rylance) dan Leonard Weinglass (Ben Shenkman). Kedelapan aktivis tersebut yaitu David Dellinger (John Carroll Lynch) sebagai pemimpin dari The Mobilization to End the War in Vietnam (The Mobe), Rennie Davis (Alex Sharp) dan Tom Hayden (Eddie Redmayne) sebagai pemimpin dari Student for a Democratic Society (SDS), Abbie Hoffman (Sacha Baron Cohen) dan Jerry Rubin (Jeremy Strong) sebagai pemimpin The Youth International Party (Yippies), Lee Weiner (Noah Robbins) dan John Froines (Danny Flaherty) yang belakangan ternyata Cuma dipakai sebagai alat untuk mempermudah voni saja, serta Bobby Seale (Yahya Abdul-Mateen II) sebagai ketua nasional Black Panther Party.
Anehnya, saat itu Bobby Seale ditangkap waktu mengunjungi kota untuk berpidato menggantikan aktivis Elridge Cleaver. Sementara dalam persidangan ini Seale didakwa dengan dakwaan lain, ia didakwa atas penyiksaan dan pembunuhan informan polisi: Alex Rackley. Artinya Seale adalah buron dengan tuduhan penyiksaan dan pembunuhan yang juga hadir di tempat kerusuhan. Makanya saat persidangan berlangsung, ia menolak bicara dan menolak diwakili oleh pengacara William Kunstler. Selain karena punya pengacara sendiri (yang selama persidangan berhalangan hadir), memang seharusnya persidangannya berbeda dengan ke-7 aktivis ini.
Hal tersebut kemudian membua Seale mendapatkan perlakuan yang tidak adil dari hakim. Saking parahnya penyiksaan yang dialami, pengacara William Kunstler dan Leonard Weinglass sampai protes ke hakim atas tindakan tersebut.
Sidang berlangsung selama 5 bulan, dari September 1969 sampai Februari 1970. Chicago 8 pun berubah menjadi Chicago 7, dikarenakan juri tidak dapat mencapai putusan dalam persidangan. Akhirnya dakwaan terhadap Seale dibatalkan.
Hakim kemudian menyatakan Abbie Hoffman, Tom Hayden, David Dellinger, Jerry Rubin, dan Rennie Davis bersalah dan divonis 5 tahun di penjara federal. Namun vonis dibatalkan oleh pengadilan banding sirkuit ke-7 (Seventh Circuit Court of Appeals) dan akan dilanjutkan di sidang baru, akan tetapi Jaksa Amerika Serikat menolak untuk mengadili ulang kasus ini.
Film ini diakhiri dengan dibacakannya nama-nama warga Amerika Serikat yang gugur dalam perang Vietnam.

GERAKAN KIRI BARU DI AMERIKA SERIKAT
Pada film The Trial of Chicago 7, disebutkan juga kelompok-kelompok dari Kiri Baru (New Left). Nah, Kiri Baru beda dari gerakan kiri sebelumnya. Bukan hanya menyangkut penindasan kelas, gerakan buruh, kapitalisme, hingga revolusi sosial. Kiri Baru yang muncul tahun 60-an dan 70-an ini berjuang pada kebebasan dan kemerdekaan individu seperti isu gender, ras, dan orientasi seksual. Singkatnya sih, pemikiran Kiri Baru ini merupakan perkembangan dari ideologi marxisme yang dulu.
Kiri Baru ini sangat anti-dengan militerisme karena bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi karena anggapan militerisme adalah bagian dari otoritarianisme.
Di Amerika Serikat, munculnya Kiri Baru dipengaruhi oleh mahasiswa berkulit putih yang tergabung dalam Students for a Democratic Society (SDS) yang memimpin gerakan kepedulian terhadap isu anti-perang Vietnam, pro hak sipil, dan kebebasan berbicara di kampus-kampus. Mereka juga mengumpulkan orang-orang liberal dan aktivis kiri revolusioner. Organisasi ini kemudian menjadi simbol dari inti Kiri Baru.
Sayangnya pada 1968-1969, SDS terbelah karena adanya cekcok internal dan juga meningkatnya yang berpaling ke ideologi maoisme. Keberhasilan mereka atas demo menentang perang Vietnam membuat lebih banyak orang menginginkan aksi untuk mengakhiri perang. Padahal Kiri Baru lebih ingin fokus pada refleksi kritis. Pada akhirnya, sentimen anti-perang yang mendominasi SDS mengakhiri kelompok ini.
Kelompok lain dari Kiri Baru di Amerika Serikat adalah kelompok anarkis yang memandang budaya sosialis libertarian dari radikalisme Amerika. Seperti kelompok kontra budaya (Counterculture) The Youth International Party, atau panggil aja dengan Yippies. Gabungan dari radikalisme politik Kiri Baru dengan gaya Hippies. Yup, Hippies yang sering terdengar.
Pendekatan Yippies yang tidak ortodoks terhadap revolusi yang menekankan spontanitas di atas struktur membuat mereka hampir berselisih dengan kelompok kiri lainnya (seperti dengan kelompok budaya arus utama). Kelompok ini terkenal dengan selera humornya saat mengkritik. Aksi yang paling terkenalnya yaitu, saat mereka memajukan seekor babi sebagai kandidat untuk presiden Amerika Serikat pada Konvensi Nasional Demokrat tahun 1968.
Yippies juga menjalankan protesnya dengan mengadakan teatrikal anti-otoriter. Salah satu aksi teatrikal yang paling booming yaitu Teater Gerilya (Guerilla Theatre): melawan perang Vietnam dan kapitalisme, pada 24 agustus 1967 di Bursa Saham New York. Mereka melemparkan uang dolar asli dan palsu dari balkon galeri pengunjung ke lantai bawah. Saat itu segelintir orang mencemooh aksi mereka dan yang lain mulai berebut uang dengan panik. Karenanya, galeri pengunjung ditutup sampai memasang sekat kaca untuk mencegah kejadian serupa.
Kiri Baru Amerika Serikat juga terpengaruh dari radikalisme kulit hitam, seperti Black Panther Party (BPP). Organisasi berbasis politik ini didirikan oleh mahasiswa di Oakland California pada tahun 1966. Anggota BPP terdiri dari para migran baru yang keluarganya melakukan perjalanan ke Utara dan Barat untuk melarikan diri dari rezim rasial Selatan. Sialnya, mereka malah dihadapkan pada bentuk-bentuk baru segregasi dan represi. Maka dari itu, dalam praktiknya, BPP melakukan copwatching untuk memantau perilaku petugas kepolisian Oakland dan menantang kebrutalan polisi di kota.
Tahun 1969, program sosial kemasyarakatan menjadi kegiatan inti dari kelompok ini. Seperti program untuk mengatasi ketidakadilan pangan dan mereka juga membangun klinik kesehatan masyarakat untuk pendidikan dan pengobatan penyakit.
Malangnya, BPP adalah kelompok yang paling rawan fitnah dibanding kelompok yang sudah saya sebutkan di atas. Bagaimana tidak? Para pemimpin dan anggotanya difitnah oleh pers arus utama, yang membuat dukungan publik untuk mereka berkurang, dan mereka makin terisolasi. Membuat keanggotaannya mulai menurun. Diperparah dengan pertikaian di antara para pemimpin kelompok, yang tentu saja hasil dari ‘adu-domba’ oleh operasi “COINTELPRO FBI”. Operasi ini dikembangkan oleh dikektur FBI, J. Edgar Hoover, dengan taktik-taktiknya seperti pengawasan, infiltrasi, sumpah palsu, pelecehan polisi, yang memang sengaja dirancang untuk menghancurkan kepemimpinan Panther, membunuh anggotanya, mengkriminalisasi, hingga menguras sumber daya dan tenaga organisasi. Akhirnya terjadi pengusiran dan pembelotan yang menghancurkan keanggotaan kelompok mereka.
Tidak sampai di situ saja, bahkan dukungan yang didapatkan BPP dari orang-orang Afrika Amerika juga menurun setelah adanya laporan tentang dugaan kegiatan kriminal kelompok tersebut, seperti perdagangan narkoba dan pemerasan pedagang Oakland. Kan?
Selain ketiga di atas, ada juga yang paling ‘berhasil’ yang diwarisi Kiri Baru ini, yaitu lahirnya kembali feminisme. Kelahiran ini termasuk dalam feminisme gelombang kedua (Second-Wave Feminism) yang berlangsung tahun 60-an awal sampai akhir 80-an.
Pada tahun 1968, saat pertemuan yang diselenggarakan oleh SDS, segelintir perempuan membentuk kelompok pembebasan perempuan pertama di Seattle. Muncullah kelompok ‘feminis radikal’ dengan membentuk Women’s Liberation yang lebih dikenal dengan sebutan ‘Women’s Lib’.
Women’s Lib melihat bahwa peran kaum perempuan dalam hubungannya dengan kaum laki-laki dalam masyarakat kapitalis, terutama Amerika Serikat, tidak lebih seperti hubungan yang dijajah dan penjajah.
Dalam perjuangannya, feminis radikal berusaha menghapus patriarki untuk membebaskan setiap orang dari masyarakat yang tidak adil dengan menantang norma dan institusi sosial yang ada. Perjuangan ini juga termasuk penentangan objektifikasi seksual perempuan, upaya meningkatkan kesadaran publik tentang isu-isu seperti pemerkosaan dan kekerasan terhadap perempuan, menentang konsep peran gender, dan menentang kapitalisme rasial dan gender yang sudah jadi ciri Amerika Serikat dan banyak negara lainnya.
Tujuan akhir revolusi feminis gelombang kedua tidak seperti gerakan feminis pertama, bukan hanya soal penghapusan hak istimewa laki-laki tetapi juga pembedaan jenis kelamin itu sendiri: perbedaan kelamin antara manusia tidak lagi menjadi masalah secara budaya.
Penulis : Bulls
Editor : PK
No Comment