Oleh: Said

Kemarin teman saya yang hobinya menonton sinetron FTV di televisi mengungkapkan keresahannya saat kami sedang menonton “ngabuburit bersama Upin dan Ipin” di rumah kontrakan di Panaikkang, Makassar. Namanya Butet, dia paling tidak senang membicarakan sesuatu yang serius apalagi soal formal seperti politik. Kenapa di tahun ini peringatan hari kelahiran pancasila berlangsung serasa lebih lama, tiap kali menonton televisi, “saya Indonesia, saya Pancasila” selalu jadi kalimat pembuka hampir setiap siaran iklan ataupun program berita, dan itu belangsung kurang lebih dua minggu sejak tanggal 1 Juni. Demikian pertanyaan resah yang membuat kesal teman saya yang setiap hari mengunjungi hampir semua channel yang ada di televisi demi sebuah kisah romantis FTV.

Kalau kalian bukan pengikut gerakan Kill your TV milik Leony Vitria Hartanti yang kesal karena tidak satupun stasiun televisi yang menayangkan perjuangan atlet Indonesia saat Olimpiade Rio (saya termasuk pengikutnya. Pengikutnya di Instagram), pasti akan merasakan hal yang sama dengan saya dan Butet, bahwa media nasional membicarakan pancasila melalui hampir semua chanel yang ada televisi kurang lebih 2 pekan. “Saya Indonesia, saya Pancasila” sebuah kalimat yang sedikit mendikte sekaligus berupa penegasan atas keraguan status kewarganegaraan.

Tapi bagaimana jika ada yang masih takut berIndonesia dan yang belum merasa  berpancasila dikarenakan sebuah pengalaman traumatik di masa lalu yang sedikit kelam atau sederhananya masa yang sangat mengerikan, masa dimana pada saat yang sama ada yang tertawa dan ada yang berdarah, ada yang terkenal karena kejahatannya dan ada yang menghilang karena kebaikannya. Bukankah itu lebih mengerikan dibanding hantu Sumiati? Kalau kalian pernah menonton film romantis rasa komedi berjudul Surat dari Praha atau sinetron horor berjudul Senyap, kalian akan paham maskud saya.

Saya jadi ragu menanyakan Indonesia dan pancasila kepada mereka yang baru-baru ini kehilangan rumah (tempat hidup mereka selama bertahun-tahun) yang digusur hanya karena keinginan satu orang Indonesia yang mengaku sudah berpancasila. Begitupun menanyakan hal yang sama kepada anak ingusan di persimpangan jalan yang tidak tahu baca tulis karena tidak punya uang untuk membiayai pembangunan sekolah milik negaranya. Ah, mungkin saja Dian Sastrowardoyo lupa meminta pak presiden untuk menonton pembacaan puisi milik Rangga saat berada di Cafe milik pak Sutardjo  agar dipecahkan saja gelasnya biar ramai, biar tidak minum dengan tangan kiri, karena kalau dengan tangan kanan, mungkin semua masalah bisa selesai.

Banyak penceramah di wall facebook membicarakan tentang Ahok Efect sebagai alasan perpanjangan masa peringatan kelahiran pancasila oleh pak Presiden. Jika saya menjadi anak Ahok yang tiap hari melihat ayahnya harus mengurangi waktu liburnya, memangkas waktu tidurnya hanya untuk memikirkan Jakarta dan pada akhirnya harus menikmati akhir masa jabatannya di penjara Cipinang, Jakarta, saya akan sering-sering meninggalkan Jakarta untuk liburan ke planet Mars. Apakah hukuman pidana 2 tahun pidana buat Ahok juga karena kegagalannya memenangkan di pilkada Jakarta yah?. Seandainya dia menang di pilkada, yakin saja rumah Rizieq yang akan menjadi target penggusuran pertama saat dia kembali menjabat sebagai gubernur Jakarta, karena prestasi Ahok soal gusur-menggusur tidak dapat diragukan lagi. Tetapi ini hanya persoalan seberang-menyeberangi argument, anda pasti punya alasan untuk saling berseberangan, asalkan jangan sampai anda menjadi orang gampangan. Gampang tersurut pada aliran kafirisasi maksdunya.

Apalagi belakangan ini sudah mulai ngetrend gerakan super hero ala Marvel milik Amerika, yang kalau bergerak membasmi musuh tidak memerlukan pihak keamanan yang harusnya menjadi tugas mereka untuk membasmi pengacau. Iron Man dan kawan-kawannya memang tidak perlu menunggu musuhnya diadili dihadapan pengadilan untuk menentukan salah tidaknya si musuh. Begitupun logan atau Erik yang selalu buat masalah dengan petugas keamanan hanya persoalan perbedaan cara menghadapi musuh. Oke pada intinya gerakan ini membuat tugas pak Tito Karnavian jadi lebih ringan tanpa harus terlibat di lapangan demikian juga dengan para hakim yang harus kehausan membacakan putusan pengadilan dihadapan terdakwah. Akhirnya siapa saja yang berani bercanda apalagi sampai membuli tuan-tuan negara di media sosial atau dimanapun, siap-siap saja didatangi dirumah anda untuk segera diadili on the spot.

Pada akhirnya si Butet jadi ragu untuk melanjutkan keresahannya itu karena ulah super hero tadi apalagi kalau sampai dihukumi pasal 28 yang juga lagi ngetrend itu, bukankah itu menakutkan. Setidaknya Indonesia dan Pancasila juga bisa dirasakan oleh mereka-mereka yang pernah kehilangan keluarganya di negara mereka sendiri, oleh mereka yang tidak punya akses untuk sekedar tahu baca tulis, oleh mereka yang telah kehilangan tempat tinggal hanya karena gedung-gedung pencakar langit, oleh mereka yang dipidanakan tanpa peradilan, dan oleh mereka yang minoritas. Semoga saya Indonesia dan saya Pancasila tidak sekedar diakui secara lisan saja, semoga amal ibadah pancasila kita diterima semua kalangan. Dan terakhir Semoga Liverpool juara Champion musim depan.

Previous Awak Mobil Tangki Makassar Memulai Mogok Nasional
Next LBH Makassar: Pangdam XIV Hasanuddin Tidak Taat Hukum!

No Comment

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *