Merespon Rencana Penggusuran Ujung Tanah, Masyarakat Kepung Balai Kota Makassar


Puluhan warga Ujung Tanah bersama dengan beberapa mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Ujung Tanah Bersatu menggencarkan aksi protes di Kantor Balai Kota Makassar pada Kamis (6/6/2024). Aksi berlangsung semenjak massa aksi tiba di depan Balai Kota pada pukul 13.46 WITA. Dengan membentangkan spanduk-spanduk tuntutan, beberapa massa secara bergantian melayangkan orasi, menuntut pihak walikota untuk membatalkan rencana penggusuran di Ujung Tanah.

Aksi ini merupakan respons atas rencana penggusuran yang dilakukan oleh Pemerintah Kota (pemkot) Makassar melalui surat yang tertuang dalam nomor 005/2243/DISTAN/VI/2024 perihal Undangan dan Penyampaian Penertiban yang ditandatangani oleh Firman Hamid Pagarra selaku Pj. Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Makassar.

Surat Undangan dan Penertiban dari Pemkot/Dok. Aliansi Masyarakat Ujung Tanah Bersatu

Sekitar 14 menit kemudian, Satpol PP akhirnya membuka pagar pintu masuk Balai Kota. Massa beramai-ramai masuk, menyeruduk hingga ke area lobi, dan menuntut kehadiran pihak walikota, terutama Sekda, paling lambat 10 menit. Salah satu staf walikota akhirnya baru mengonfirmasi kehadiran salah satu perwakilan dari Dinas Pertanahan sekitar pukul 14.29 WITA.

“Lama! Lama! Kenapa kah takut sekali? Mau jaki dialog, Pak,” teriak massa aksi sembari menunggu kehadiran perwakilan yang dimaksud.

“Ada upaya untuk penyerobotan lahan, mungkin sedikit demi sedikit,” ucap Lukman Hakim selaku Jendral Lapangan aksi yang juga warga Ujung Tanah. Kepada Catatan kaki, ia bercerita bahwa Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) PT. Pertamina sebelumnya sudah memiliki batas aman (buffer zone) dari tangki terdekat. Namun, batas itu terus dimajukan oleh pihak Pertamina melalui perluasan lahan di dalamnya dan mendirikan tembok sebagai batas. 

Menurutnya juga—melalui rencana pemkot—pihak Pertamina meminta lagi lahan dengan dalih batas aman hingga ke jalur pemukiman, dalam hal ini, yakni Jalan Sabutung dan Jalan Kalimantan. “Ini pasti otomatis, 10 tahun, 5 tahun ke depan itu, bisa jadi begitu lagi polanya, kan,” ujarnya.

Sekitar pukul 14.56 WITA, Ismail Abdullah selaku perwakilan Dinas Pertanahan yang akan berdialog, akhirnya menampakkan diri. Ia pun meminta 10 perwakilan massa aksi yang terdiri atas 5 warga dan 5 pendamping hukum untuk berdialog. Ke-10 perwakilan ini pun mulai memasuki salah satu ruangan untuk menyampaikan tuntutannya kepada pihak walikota pada pukul 15.08 WITA.

Dalam dialog tersebut, Ismail Abdullah menerangkan bahwa rencana penggusuran tersebut berangkat dari kesimpulan rapat di Kecamatan Ujung Tanah per tanggal 29 Mei 2024  bersama pihak kecamatan, Dinas Pertanahan, juga Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD). Kesimpulan rapat tersebut ialah Jalan Sabutung dan Jalan Kalimantan merupakan aset daerah yang mesti dikembalikan fungsinya sebagai jalan.

Hal ini kemudian dibantah oleh Lukman. Menurutnya, justru tembok yang menjadi batas akhir dari zona aman Pertamina, melanggar batas melampaui 25 meter. Ia juga membantah klaim sepihak pemkot mengenai keberadaan lapak liar di sana. Sebab, bangunan-bangunan di sana, ada juga yang merupakan hasil relokasi ketika PT. Eastern Pearl Flour Mills dibangun. “Coba kita cek datanya. Itu bangunan relokasi dari pemerintah sebelumnya,” tegas pria kelahiran 1988 itu.

Apa yang dikatakan Lukman senada dengan Ansar selaku pendamping hukum warga Ujung Tanah dari Lembaga Bantuan hukum (LBH) Makassar. Menurutnya, bila ada klaim kepemilikan antara warga dan pemkot, semestinya diuji dan diselesaikan melalui putusan pengadilan. Ia menilai bahwa langkah sepihak pemkot justru berpotensi melanggar prinsip hak asasi manusia.

Ali Topang, salah satu warga Ujung Tanah juga mengeluhkan berbagai intimidasi yang dilakukan oleh aparat terhadap warga-warga Ujung Tanah menjelang penggusuran. Intimidasi itu datang dari berbagai pihak seperti kecamatan, kelurahan, Bintara Pembina Desa (Babinsa) hingga Binmas Polrestabes Makassar. “Ada oknum Babinsa, ada oknum Binmas, yang melakukan suatu pengerdilan terhadap masyarakat dengan mengancam secara halus untuk membongkar lapak yang berada di situ, tanpa ada kejelasan hukum,” ungkapnya dalam dialog tersebut.

Selain penggusuran yang meresahkan masyarakat, Lukman juga sempat menyinggung dampak lain dari kehadiran TBBM PT. Pertamina serta PT. Eastern Pearl Flour Mills terhadap lingkungan dan kesehatan. Saat diwawancarai ia menerangkan bahwa polusi udara dari kedua industri itu, serta kebisingan yang dihasilkan, sangat meresahkan masyarakat. Bahkan, ketika PT. Eastern Pearl Flour Mills membuang limbah produksinya ke udara pada malam hari, sisa-sisa limbah tersebut menyebar ke pemukiman dalam bentuk debu tepung. Debu-debu tersebut biasanya menempel pada benda-benda yang ada di luar, misalnya motor yang terparkir di luar. “(Kalau) dikasih begini itu (disentuh), kelihatan debunya. Belum pi kalo masuk lagi (ke pernapasan),” tukasnya.

Terkenang pula di ingatan Lukman, ketika jalur masuk menuju TBBM PT. Pertamina masih hanya satu jalur. Selama berpuluh-puluh tahun dulunya, truk Pertamina masih melintas di jalan pemukiman warga sebagai jalur keluar sehingga terdapat beberapa insiden warga yang dilindas truk. Selain itu, insiden kebakaran di TBBM PT. Pertamina juga sudah pernah terjadi.

Wana (42) juga membenarkan perihal insiden kebakaran tersebut. Dalam dialog, ia sempat menyatakan dengan penuh amarah, “Korban saya (juga) termasuk, Pak! Saya hamil tujuh bulan jatuh dari tangga, gara gara Pertamina!”

Di penghujung dialog, Ismail Abdullah menekankan bahwa rencana penggusuran akan ditunda dan ditindaklanjuti kemudian pada Rapat Koordinasi Terpadu dengan berbagai pihak terkait pada Senin, 10 Juni 2024. Ketika salah satu warga perwakilan menanyai tentang partisipasi warga dalam rapat tersebut, Ismail menjawab, “Nanti rapat internal dulu, Ibu. Jajaran internal yang akan rapat. Yang jelas dengan warga, kita sudah terima aspirasinya.”

Ismail juga mengonfirmasi dalam dialog bahwa surat penundaan masih sementara diketik dan nantinya akan didistribusikan secepatnya. Berdasarkan informasi yang diperoleh Catatan kaki, hingga berita ini dituliskan, surat yang dimaksud Ismail tak kunjung tiba pada warga Ujung Tanah.

Melalui aksi ini, Lukman sangat berharap bahwa warga Ujung Tanah tidak akan digusur dari kediaman maupun tempat mencari nafkahnya. Ia juga berharap bahwa TBBM PT. Pertamina bisa meninjau kembali batas aman yang telah sesuai ketentuan yang berlaku. “Mungkin lebih pantasnya mereka (Pertamina) berbenah dari dalam, bukan dari warga,” tutupnya.


Reporter: Erick Evangelista & Hanan Afifah

Previous Aksi Protes Kenaikan UKT: Melindungi Rektor, Mengintimidasi Mahasiswa
Next Berjuang Bersama, Warga Bara-Baraya & Apatis Makassar: Tolak Penggusuran & Biaya Kuliah

No Comment

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *