catatankaki.org – Unit Kegiatan Pers Mahasiswa (UKPM) Universitas Hasanuddin (Unhas) mengadakan serial diskusi menyoal rangkap jabatan Rektor Unhas, Prof. Dwia sebagai komisaris PT Vale, pada 4 Juli 2021. Diskusi yang berjalan secara virtual ini dihadiri oleh Humas Unhas, kalangan dosen, Ombudsman RI serta mahasiswa Unhas. Diskusi dimulai sekitar pukul 16.00 WITA.
Jabatan komisaris rektor Unhas sejak September 2020 lalu telah melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2015 tentang Statuta Unhas perihal rangkap jabatan rektor. Hal tersebut dapat memicu konflik kepentingan bahkan mencakup persoalan integritas Prof. Dwia selaku seorang akademisi.
Statuta Unhas jelas menjadi aturan yang paling tepat untuk melihat polemik ini, sebab hingga saat ini belum ada aturan penjelas untuk pasal tersebut. Sehingga orientasi mengenai rangkap jabatan rektor menjadi jelas.
Prof. Dr. Aminuddin Ilmar, S.H., M.H sebagai dosen Fakultas Hukum Unhas menjadi salah satu pembicara dalam diskusi ini. Dia menyampaikan, PP 53/2015 pasal 27 ayat 4 menjadi landasan yang tegas mengenai konsep rangkap jabatan rektor Unhas.
“Jelas apa yang dimaksud dan ditujukan bahwa ketentuan itu menyangkut soal larangan,” ucapnya.
“Jadi seorang rektor Unhas kalo kita mau menginterpretasikan norma yang ada di ketentuan itu, badan usaha yang ada dalam Unhas pun tidak boleh rangkap jabatan, di luar Unhas juga seperti itu,” lanjut Prof Ilmar.
Meski begitu, Humas Unhas, Ishaq Rahman. SIP., MSi menyangkal mengenai konsep rangkap jabatan rektor Unhas telah melanggar statuta. Menurutnya pasal tersebut sangat multitafsir sehingga tidak bisa dijustifikasi sebagai suatu pelanggaran.
“Masih perlu diinterpetasikan, karena di situ disebutkan mengenai rangkap jabatan itu membutuhkan interpretasi terutama di bagian (d), yang berkaitan dengan badan usaha itu. Dia berlaku ketika jabatan itu eksekutif, sehingga membutuhkan waktu lebih,” ucapnya.
Terlebih, kata Ishak, jabatan rektor selaku komisaris independen di PT Vale bukan jabatan ekskutif. Sehingga, sangkalnya, tidak menyita waktu Prof Dwia selaku rektor Unhas.
Ishak pun menilai, rangkap jabatan rektor telah disetujui oleh badan pengawas dan pengendalian umum atas pengelolaan Universitas, yakni Majelis Wali Amanat (MWA).
“September lalu sudah meminta izin di MWA dan MWA tidak masalah.”
Sementara itu, Indraza M Raiz selaku anggota Ombudsman RI membantah hal tersebut. Dia menilai sangat besar potensi terjadinya pelanggaran. Apalagi sudah mendapat izin dari MWA maka justru akan terjadi double maladministrasi
“Menurut kami itu (rangkap jabatan rektor) berpotensi pelanggaran maladministrasi. Lalu, kalau memang ada yang mengatakan bahwa sudah ada izin dari Majelis Wali Amanat, nah ini mungkin ada potensi juga terjadi dua kali pelanggaran adminstrasi,” ujarnya.
Prof. Ilmar juga menyangkal argumen Humas Unhas bahwa selama belum ada peraturan tambahan mengenai interpretasinya, maka PP 53/2015 sudah sangat jelas untuk melarang rektor Unhas rangkap jabatan.
Diskusi ini juga diisi dengan berbagai celotehan keresahan beberapa peserta di kolom chat. Closing Statement tiap-tiap pembicara menjadi pengantar akhirnya diskusi.
Penulis : Limbadd
Editor : Petunia
No Comment