“Pemimpin politik di seluruh dunia gagal untuk mengatasi krisis lingkungan. Jika kapitalisme korporasi global terus menggerakkan ekonomi internasional, maka bencana global tidak dapat dihindari. Lebih lanjut kami menyerukan masyarakat global yang peduli untuk bangkit dan mengorganisir untuk melawan..”
-surat terbuka kedua Extinction Rebellion, 9 Desember 2018.
London (19/4/2019), “Are we the last generation?” terpampang di sebuah spanduk besar yang dibentangkan oleh 15 orang anak berusia di bawah 17 tahun. Aksi mereka di terowongan menuju terminal 2 dan 3 bandaraHeathrow tersebut terhenti setelah polisi tiba dan menyingkirkan anak-anak tersebut dari jalanan.
“Saya Felix, saya berusia 14 tahun. Saya melakukan ini karena ketika nanti Saya punya anak Saya ingin dapat mengatakan kepada mereka bahwa saya telah melakukan segala hal yang saya mampu untuk melindungi masa depan mereka.” Ujar salah satu dari 15 anak tersebut, dilansir dari website rebellion.earth.
Mereka merupakan anggota Extinction Rebellion Youth, bagian dari jaringan Extinction Rebellion bagi orang-orang yang lahir setelah tahun 1990. Aksi mereka ini berjalan beriringan dengan aksi lainnya di empat tempat berbeda di London, yakni daerah Oxford Circus, Marble Arch, Waterloo Bridge dan sekitar Parliament Square.
Sejak 15 April, para demonstran telah menduduki keempat lokasi ini, dalam rangka melakukan protes – dalam bentuk pembangkangan sipil non-kekerasan – sebagai upaya menyikapi kerusakan lingkungan.
Di Oxford Circus, para demonstran memajang sebuah kapal boat berwarna Pink yang mereka namakan Berta Cáceres, aktivis lingkungan Honduras yang dibunuh. Kapal tersebut diparkir di tengah-tengah persimpangan Oxford Street dan Regent Street (Oxford Circus), daerah yang sehari-hari dipadati lalu lintas.
Di titik-titik aksi ini pula, mereka mendirikan tenda-tenda untuk menginap, menanam tanaman, dan menduduki Waterloo Bridge. Di hari pertama aksi tersebut, 113 orang ditahan pihak kepolisian. Di hari kedua, karena maraknya penangkapan para aktivis, sel tahanan sempat dinyatakan penuh untuk beberapa saat.
19 April, jumlah demonstran yang ditahan telah mencapai 682 orang, yang mayoritas ditahan dengan dalih melanggar aturan public dan mengacaukan lalu lintas.
Aksi yang diikuti oleh ilmuwan, pengajar, pegiat lingkungan hidup, dan berbagai elemen lainnya ini merupakan bagian dari kampanye skala global yang diinisiasi oleh sebuah gerakan yang menamakan diri sebagai ‘Extinction Rebellion’ atau disingkat XR.
gerakan lingkungan hidup yang telah dimulai sejak Mei 2018 ini – dengan rentetan aksi-aksi besarnya di London yang meluas hingga beberapa negara lainnya – telah menarik perhatian dunia.
Salah satu tanggapan diutarakan oleh Noam Chomsky, pemikir paling berpengaruh di zaman ini. “Pemanasan global telah menjadi sebuah factor utama atas terjadinya kepunahan spesies dengan kecepatan yang tidak pernah terjadi selama 65 juta tahun. Tidak ada waktu lagi untuk menunda perubahan haluan secara radikal demi mencegah bencana besar. Para aktivis Extinction Rebellion sedang memimpin jalan untuk mengkonfrontasi tantangan besar ini, dengan keberanian dan integritas, sebuah pencapaian yang memiliki signifikansi historis yang harus digaungkan segera”, Paparnya, seperti yang dikutip rebellion.earth.
EXTINCTION REBELLION (XR)
Pada 31 Oktober 2019, beberapa orang berkumpul di Parliament Square di London untuk mengumumkan sebuah Deklarasi Pemberontakan melawan pemerintahan UK. Deklarasi tersebut dihadiri oleh setidaknya 1500 orang. Momen ini menandai titik awal pergerakan Extinction Rebellion.
Beberapa minggu berikutnya merupakan hari-hari penuh gejolak. Enam ribu orang bertemu di London untuk melakukan blokade damai pada lima jembatan utama di sepanjang daerah Thames. XR juga menanam pohon di tengah-tengah Parliamentary Square, dan menggali lubang di sana untuk mengubur peti mati yang merepresentasikan masa depan umat manusia, serta menempelkan diri dengan lem di gerbang masuk Buckingham Palace selagi membacakan sebuah pesan kepada Ratu Inggris.
XR menghidupkan gerakannya melalui kelompok-kelompok kecil. Kelompok-kelompok ini berhubungan dalam suatu jaringan kompleks yang terus berkembang secara konstan. XR mengaku bahwa struktur yang dimiliki gerakannya bersifat partisipatif, terdesentralisir, dan inklusif.
Struktur yang diaplikasikan XR ini ditujukan untuk memberdayakan siapapun untuk bertindak sebagai bagian dari XR, selama mereka sepakat untuk mengikuti sepuluh prinsip dasar yang telah ditetapkannya secara kolektif.
Pada dasarnya, filosofi XR adalah pembangkangan sipil non-kekerasan. XR mengkampanyekan pemberontakan sipil massa yang bersifat terang-terangan dan di muka umum. Pemberontakan ini ditujukan untuk memberi dampak disrupsi ekonomi untuk mengguncangkan system politik yang ada serta untuk membangkitkan kesadaran.
Tidak seperti beberapa gerakan lingkungan yang hanya menyasar refleksi individu agar lebih ‘hijau’ dalam menjalani keseharian, XR justru menyasar system pemerintahan yang dianggapnya menjadi penanggungjawab utama dari kerusakan lingkungan.
Adapun tuntutan XR terkonsentrasi pada 3 poin besar. Yang pertama, XR menuntut pemerintah untuk menyampaikan kondisi yang sebenarnya dengan mendeklarasikan keadaan darurat iklim dan ekologi, menuntut pemerintah untuk bertindak sekarang demi menghentikan hilangnya keragaman hayati dan mengurangi emisi gas rumah kaca hingga pada angka nol pada tahun 2025, serta menuntut pemerintah untuk menciptakan dan dipimpin oleh keputusan Majelis Rakyat yang mengurus keadilan iklim dan ekologi.
Suasana pendudukan di Oxford Circus. (sumber: The Sun)
Di tahun 2017, lebih dari 15,000 ilmuwan menandatangani surat yang memperingatkan bahwa “Untuk mencegah kesengsaraan skala besar dan hilangnya keragaman hayati, umat manusia harus mempraktikkan alternatif yang secara lingkungan lebih berkelanjutan ketimbang menjalani cara-cara yang seperti biasanya.”
Aktivitas manusia telah memberikan dampak buruk bagi kehidupan di dunia ini.Udara yang kita hirup, air yang kita minum, bumi yang kita tanami, makanan yang kita makan, dan keragaman alam yang menjaga kesehatan psikologis kita, semuanya dirusak dan dikompromikan oleh system politik dan ekonomi yang mempromosikan dan mendukung gaya hidup yang modern dan konsumeris.
Pengaruh terhadap masyarakat manusia global, jika iklim dan ekologi yang darurat ini tidak disikapi, akan bergerak di luar kontrol kita. Sampai hari ini, pengaruh tersebut telah terjadi, seperti tinggi laut yang meningkat, penggurunan, kebakaran hutan, kekurangan air bersih, kegagalan panen, cuaca ekstrim, terlantarnya jutaan orang, penyakit menular, dan meningkatnya perang dan konflik.
Namun di hadapan kondisi ini, para pemimpin di seluruh dunia gagal menjalankan kewajibannya untuk bertindak atas kepentingan umat manusia. System pemerintahan yang ada sekarang mengambil sikap kompromis dengan berfokus pada profit dan pertumbuhan ekonomi. Parahnya, system ini juga yang menjadi kontributor terbesar, berdampingan dengan korporasi, dari kehancuran lingkungan.
Dengan demikian, ketika pemerintah tidak lagi dapat diharapkan untuk menyikapi datangnya bencana besar umat manusia ini, maka gerakan seperti Extinction Rebellion hendaknya menjadi titik pijak awal bagi masyarakat dunia, termasuk Indonesia, untuk turut serta mengambil langkah yang serius. Dengan berangkat dari perlawanan terhadap system politik dan ekonomi yang merusak seperti sekarang, untuk kemudian menata kembali kehidupan umat manusia yang lebih harmonis dengan lingkungan. Mari saling merangkul sebagai satu kesatuan umat manusia di atas ibu bumi kita tercinta.
Selamat hari bumi![]
No Comment