Oleh : Uk Marco 

“PKI akan tetap ada dengan caranya sendiri, akan bangkit selama ketidak-adilan masih ada di Bumi Indonesia”

Markus Giroth 1999[1]

Berawal dari Gerakan 30 September (G30S) yang dipimpin oleh Kolonel Untung – pasukan Cakrabirawa. Menyusul pernyataan Jenderal Soeharto – Komandan Kostrad, pada 1 Oktober yangmenuduh Partai Komunis Indonesia(PKI) dibawah pimpinan DN. Aidit berada dibelakang operasi G30S, menjadi titik balik serangan terhadap PKI oleh lawan-lawan politiknya. Dibawah kendali Jenderal Soeharto, Angkatan Darat (AD) bersama kelompok anti-komunis melancarkan kampanye kekerasan (peng-ganyangan) terhadap PKI. Mereka memburu seluruh yang dicurigai terkait dengan Partai, hingga jutaan orang dibunuh, hilang, dan ditahan pada rentang tahun 1965 – 1967 (Baca; Genosida Politik).

Tidak terkecuali para Pimpinan PKI, mereka menjadi target utama pengejaran. Empat orang tokoh pimpinan; DN. Aidit, MH. Lukman, Sakirman, dan Njoto dieksekusi diam-diam pada tahun 1965, Sudisman tertangkap pada 6 Desember 1966 di daerah terpencing Tomang, sedangkan pimpinan lain Oloan Hutapea dieksekusi pada tahun 1968 di Jawa Timur[2].

Sudisman satu dari pimpinan Partai dalam Dewan Politbiro CC PKI yang selamat dan sempat menempuh Jalan-Justisi. Setelah empat pimpinan dieksekusi mati tahun 1965, Sudisman bersama Oloan Hutapea secara otomatis memikul tanggung jawab memimpin Partai. Melihat kondisi Partainya yang sudah terpojok dan terpuruk pasca tertembaknya empat kawan seperjuangan Ideologisnya, Sudisman berusaha membangunan kembali Partai melalaui Politbiro, dengan melakukan Kritik Oto Kritikberkenaan dengan G30S dan menginstruksikan kepada seluruh kader yang tersisa untuk menempuhgerakan (jalan) Revolusi dengan berpengang teguh pada garis Marxisme – Leninisme pikiran Mao Tjetung[3].

Utusan Partai menuju Sulawesi

Pada bulan Juli 1966 Sudisman mengirim utusan dari grup khusus CC PKI bernama Ali, untuk menyampaikan perintah kepada Marcus Giroth selaku orang yang akan bergerak di Sulawesi. Marcus Giroth alias Martinus alias Wowoa alias Tjiang lahir  kampung Tompaso Minahasa, 26 Maret 1936, dia merupakan anggota PKI Cabang Manado dan menjabat sebagai Sekretaris Dewan Nasional SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia), selain itu juga pernah menjabat sebagai Ketua SOBSI daerah Manado dan Pimpinan SARPUBRI (Serikat Buruh Perkebunan Republik Indonesia). Giroth dan Ali bertemu di dalam stasiun Kereta Api Tanjung Priok Jakarta. Isi perintah yang disampaikan Ali kepadanya terkait instruksi membangun kembali basis Partai di Sulawesi.

Setelah menerima pesan dari Sudisman melalui Ali, pada akhir bulan Agustus 1966 Giroth meninggalkan Jakarta menuju Surabaya untuk lanjut ke Sulawesi (Makassar). Dari Jakarta  Giroth menaiki Kereta Api menuju Surabayaditemani seseorang utusan dari CC PKI yang dia tidak kenal namanya. Sesampai di Surabaya, Giroth menginap dirumah kawan yang menemaninya (di kampung Gubeng). Kemudiandisanalah dia dipertemukan dengan seorang petugas Partai bernama Wowor[4], yang diperintahkan untuk menemani Giroth ke Sulawesi (Makassar).

Sempat tinggal selama empat belas hari di Surabaya, pada bulan September 1966Giroth dan Wowor meninggalakan Surabaya menuju Makassar. Mereka menumpang kapal laut Kowloon Star dengan bermodalkan uang Rp 3.000, yang diperoleh dari Ali Rp 1.000, dan dari hasil menjual barang-barangnya sebesar Rp 2.000, sebagai tambahannya. Setiba di Makassar mereka langsung menuju rumah salah seorang kawan Giroth bernama Judi Tewu di Asrama Brimob Panaikang, dan pada hari itu juga meminta kawannya tersebut untuk mengantarkan mereka berdua untuk menginap di rumah Ny. Tilaar – salah seorang kerabat Wowor.

Desa – Kota ;Bunga Api Yang Dapat Membakar

Setelah PKI resmi dibubarkan oleh pemerintahan Soeharto[5], dan melakukan pembersihan semua orang yang terkait dengan PKI, reaksi perlawanan mulai disusunkembali oleh PKI pada pertengahan tahun 1966. Dalam keterangannya didalam sidang MAHMILUB (Mahkamah Militer Luar Biasa) Makassar, Marcus Giroth sebagai penggerak di Sulawesi dengan tengas menyatakanusaha perlawanan terhadap pemerintahan Soeharto, karena pemerintahan yang ada adalah pemerintahan dibawah kontrol kaum kanan yang kontra Revolusioner. Maka dengan itu dia ke Sulawesi untuk menjalankan misi melanjutkan Revolusi dan menganggap bahwa revolusi yang cocok dengan Indonesia saat ini adalah model Revolusi Tiongkok dan Vietnam[6].

Dengan tetap beracuan pada Tripanji Partai yang isinya ; membangun PKI yang tetap berpaku pada Marxisme-Leninisme, perjuangan bersenjata, dan membangun Front Persatuan Nasional dibawah pimpinan kelas Buruh, Giroth bergerak di Sulawesi membangunan basis kekuatan baru. Pola gerakan bawah tanah dibangun mulai dari Desa ke Kota yang mereka istilahkan “Bunga Api Yang Dapat Membakar”.

Usaha membangun kembali Partai dilakukan dengan sistem grup tiga satu – setiap grup terdiri dari tiga anggota dan satu diantaranya menjadi penghubung. Grup terdiridari grup inti (pimpinan), grup khusus, grup wanita, grup mahasiswa/pelajar, grup cendikia dan grup lain yang dibutuhkan sesuai dalam tingkatannya. Antara sesama anggota grup boleh saling mengenal, tapi untuk anggota grup dengan grup yang lain tidak boleh saling mengenal. Bila grup di tingkat CC berhubungan dengan grup inti ditingkat CDB diharuskan menggunakan penghubung, baik itu yang diambil dari anggota grup atau menggunakan perantara lain diluar grup atas persetujuan semua anggota grup. Untuk organisasi khusus perjuangan bersenjata di Sulawesiberada langsung dibawah pimpinan tingkat CC, tidak berada dibawah CDB,akan tetapi organisasi peejuangan bersenjata bisa menggunakan CDB sebagai penghubung ke CC PKI.

Berdasarkan pembicaraannya dengan Ali sewaktu di Jakarta, CC PKI membebankan semuanya kepada Giroth untuk melakukan hubungan dengan kawan-kawan anggota yang masih setia dan golongan yang dapat dirangkul di Sulawesi,  untuk diajak kembali berjuang melalui organisasi Partai bawah tanah. Ali juga menyampaikan, bahwa oleh pimpinan tingkat daerah dibenarkan menggukan cara “desentralisasi”yang artinya tidak mesti atau tidak mutlak harus menunggu keputusan dari pusat (CC), cukup melaksanakan keputusan pimpinan setempat. Tetapi tidak menghilangkan sistem “Sentralisme Demokrasi” yang sudah dianut sejak PKI lahir.

Rencana inilah yang diintrusikan kepada kawan-kawannya di Sulawesi yang ingin kembali terlibat membangun organisasi Partai bawah tanah. Dalam usaha Giroth mencari anggota, dia harus berkali-kali melakukan perjalan dari Kota Makassar, Sulawesi Tengah (Poso) selama satu tahun sebelum akhirnya ditangkap di Makassar pada 11 Juli 1967.

Poso sebagai pilihan membangun Basis Bersenjata

Setelah tiga hari setibanya di Makassar pada bulan September 1966, Giroth bersama Wowor berangkat ke Sulawesi Tengah (Poso). Perjalanan mereka tempuh kurang lebih 3 minggu, melalui Pare-Pare, Palopo, dan Masamba menggunakan kendaraan, kemudian berjalan kaki melewati belantara hutan Sulawesi Tengah hingga akhirnya tiba di Poso. Perjanalan ke Sulawesi Tengahuntuk meninjau daerah pembasisan disana, mencari tempat untuk membangun gerakan bawah tanah dan pasukan perjuangan bersenjata.

Menurutnya, Poso Sulawesi tengah  menjadi daerah yang cukup baik untuk membangun basis dengan pertimbangan; wilayah hutan/gunung luas, akses militer kurang, sumber makan melimpah, penduduknya sedikit sehinggatidak begitu membahayakan rakyat, simpatisan PKI di Sulawesi Tengah lumayan banyak yang terdiri dari BTI (Barisan Tani Indonesia) dan PNI (Partai Nasional Indonesia). Selama di Poso dia tinggal di rumah kawanya bernama Rompis, sedangkan Wowor tinggal di rumah saudaranya yang memang sudah lamatinggal di Poso. Untuk menyambung hidup dan melanjutkan perjuangan, dia bertani dan berdagang kecil-kecilan sembari terus bergerak menyatukan diri dengan rakyat disana.

Sekitar dua bulan berada di Poso, dia memutuskan kembali ke Makassar pada November 1966. Sementara Wowor tetap tinggal membangun basis dan membangun kontak dengan anggota PKI yang tersisa di Sulawesi Tengah.Di Makassar dia berhasil mengotak beberapa orang yang siap bergerak dan membentuk grup. Pada awal bulan Februari dia bertemu dengan seorang kawan dari Manado bernama Hein Lumenta[7] di Makassar. Bersama Hein, dia kemudian kembali ke Poso untuk penguatan basis. Menyatu dengan rakyat disana, Giroth berhasil mengumpulkan pasukan. Hein Lumenta diutus ke Manado untuk menghubungi kawan-kawannya yang sudah berada didalam Hutan dibawah pimpinan Wontu.

Dalam bulan Juni 1967, Gitoth akan meninggalkan daerah Poso dan ke Makassar mencari pasukan bersenjata. Sebelum keberangkatannya, Wowor diperintahkan untuk menghubungi semua pasukan yang sudah siap termasuk yang berada di Hutan, agar menyampaikan kepada mereka bahwa dirinya akan kembali dengan membawa pasukan dari Selatan.

Membentuk Grup di Kota Makassar

Saat pertama kembali ke Makassar pada November 1966,Giroth menuju rumah Judi Tewu (Asrama Brimob Panaikang) dan tinggal disana selama menjalankan misinya. Di rumah Judi Tewu, dia bertemu Clemen Rissi yang dalam kondisi wajib lapor karena merupakan anggota SOBSI Makassar. Clemen Rissi yang kemudian membantunya mencari orang di Makassar, termasuk mempertemukannya dengan Go Baen Tjay alias Anwar seorang mantan Pimpinan PPI (Permusyawaratan Pemuda Indonesia) Cabang Makassar.

Beberapa hari setelah bertemu Anwar, pada akhir Desember 1966 Anwarkemudian memperkenalkan Giroth pada Sukardjo seorang anggota LEKRA (Lembaga Kebudayaan Rakyat), mereka bertemu dengan Sukardjo di Pantai Losari dekat Gedung RRI lama. Disana Giroth menjelaskan kondisi Jakarta dan pentingnya membangun kembali Partai. Dia  menjelaskan soal Tri Panji PKI  dan sistem grup tiga satu, sebelum akhirnya Sukardjo sepakat untuk ikut terlibat. Pada hari itulah dia meminta Sukardjo untuk mencari anggota, dengan cara hati-hati dan memastikan orang yang direkrut benar setia pada Partai.

Pada bulan Desember itu juga, Giroth bertemu dengan utusan CC PKI di Pasar Sentral Makassar. Pertemuan tersebut sudah ditentukan sebelumnya saat masih di Surabaya, bahwa utusan CC akan bertugas ke Makassar pada bulan Desember. Dalam pertemuan itu, dia memberikan laporan tertulis untuk diserahkan kepada CC PKI. Laporan tersebut mengenai aktifitas Gitroth dalam menjalankan tugas yang telah diamanahkan padanya. Sebaliknya,penghubung CC PKI  memberikan sejumlah tulisan kepada Giroth, diantaranya Kritik Oto Kritik yang memuat Panji Partai, mimbar Rakyat dan Informasi lainnya, untuk dijadikan pedoman membangun gerakan.

Giroth menugaskan Anwar untuk melakukan Agipro (Agitasi dan Propaganda) rangkap sebagai Suplai (logistik). Dalam pembicaraannya dengan Anwar pada pertengahan bulan Februari 1967 di Pasar Sentral, dia menjelaskan teknis pembentukan grup-grup. Selama di Makassar, dia aktif menyampaikan siaran-siaran (informasi) dari CC dan memberikan petunjuk kepada Anwar untuk diteruskan kepada kawan-kawannya termasuk yang sudah berada dalam tahanan. Siaran informasi yang dimaksud antara lain ; pernyataan Politbiro CC PKI (Kritikan dalam rangka kegagalan G30S), pernyataan 1 Mei 1966 (mengungkap kelanjutan peristiwa G30S), Mimbar Rakyat (suatu Majalah PKI yang memuat garis-garis politik dan informasi lainnya) untuk diketahui dan dijalankan angota-anggota grup Partai.

Pada bulan Januari 1967,  Sokardjo kemudian memperkenalkan Rus Tagos seorang anggota PR (Pemuda Rakyat), untuk diajak ikut terlibat. Mereka bertemu di Pantai Losari dekat RRI Lama. Melalui Rus Togas, Giroth mendapat kontak orang bernama Kasim alias Andi Syamsu, yang siap untuk bekerja pada agen khusus perjuangan bersenjata. Kabarnya Andi Syamsu merupakan bekas tentara dan bekas pimpinan PR/PKI di Sengkang, yang memiliki persediaan senjata[8].

Di Sulawesi Selatan berhasil terbentuk tiga grup pada tingkat CDB yang berkedudukan di Makassar, diantaranya grup Anwar, grup Sukardjo dan grup Rus Togas. Untuk pimpinan CDB Makassar rencana akan diserahkan kepada Sukardjo atau Rus Togas setelah Giroth selesai mempersiapkan segala sesuatu yang berkenaan dengan pemunduran ke Desa dalam rangka perjuangan bersenjata.

PersiapanMundur ke Desa (Basis Pasukan Bersenjata)

Pada pertengahan bulan Juni 1967, Giroth menerima laporan dari Anwar bahwa terdapat 19 pasukan bersenjata di Sulawesi Selatan yang ingin mundur ke desa, mereka sudah siap, sisa menunggu komando. Anwar menjelaskan lebih lanjut, mereka yang ingin mundur dipimpin oleh Andi Syamsu yang terdiri dari 11 orang tentara dan 8 orang pemuda, lengkap dengan persenjataan. Pada saat itu juga dia menerima suratdari Andi Syamsu melalui Anwar, yang isi suratnya ingin bertemu dengan Pimpinan dan menjelaskan kondisi kesiapan pasukan Andi Syamsu.

Menanggapi permintaan Andi Syamsu, Giroth kemudian meminta Anwar membawa surat balasan tertanggal 19 Juni 1966 untuk mewakili pertemuannya dengan Andi Syamsu. Dari hasil pertemuan itu, Anwar kembali menghadap Giroth dengan sepucuksuratdari Andi Syamsu yang berisi “Penting harus bertemu pimpinan untuk laporan dan meminta petunjuk selanjutnya”. Akhirnya surat permintaan itu diiyakan, namun sebelum bertemu Andi Syamsu, terlebih dahulu dia menemui Rus Togas (kawan yang mengenalkannya dengan Andi Syamsu) untuk menanyakan tentang pribadi Andi Syamsu. Kemudian setelah itu, bersama Rus Togas menuju rumah Andi Syamsu alias Kasim.

Di rumah Andi Syamsu mereka berdiskusi bertiga mengenai strategi dan cara-cara perjuangan, hal-hal yang mereka diskusikan adalah cara revolusi Oktober,  cara revolusi dari Desa ke Kota, cara revolusi Eropa Timur, kondisi di Sulawesi untuk perjuangan bersenjata, soal apa yang harus diperhatikan dalam menyatukan diri dengan rakyat, soal adanya pasukan bersenjata di Sulawesi Utara berkekuatan batalyon yang masih defensif, dan yang terakhir soal adanya pasukan satu kompi di Sulawesi Tengah yang masih menunggu kontak dari Selatan.

Giroth menjelaskan lebih lanjut kondisi terakhir pasukan yang berada dibasis kepada Andi Syamsu selaku komandan pasukan bersenjata wilayah Sulawesi Selatan, sementara untuk urusan suplai logistik dan keuangan dia serahkan pada Rus Togas dan Anwar. Dia menyampaikan kepada Andi Syamsu, bahwa dirinya akan ikut bersama-sama bergabung dengan basis di Sulawesi Tengah, melanjutkan perjuangan Tri Panji. Untuk pembicaraan teknis, akan mereka bahas pada tiga hari mendatang dalam pertemuan berikutnya Jum’at malam sebelum  melakukan pemunduran ke desa (menuju basis pasukan bersenjata).

Kondisi pasukan di Sulawesi Utara, Tengah dan Selatan sudah siap untuk pemunduran ke desa dan melancarkan perjuangan bersenjata. Di Sulawesi Utara bersiap sekitar dua Batalyon pasukan lengkap persenjataan, mereka berada di wilayah Hutan Minahasa dibawah pimpinan Girot Wuntu dengan penghubung Hein Lumenta. Di Sulawesi Tengah sekitar satu kompi pasukan lengkap persenjataan, berada di Wilayah Hutan Luwuk Banggai dibawah pimpinan Momor dengan penghubung Wowor. Di Sulawesi Selatan sekitar seratus pasukan dibawah pimpinan Andi Syamsu dengan penghubung Anwar.

Mengenai perjuangan bersenjata ini, persiapannya telah selesai, tinggal pembicaraan teknis saja. Tinggal selangkah lagi, pemunduran ke desa dan perjuangn bersenjata dilancarkan, tapi langkah Revolusi ala Tiongkok yang direncanakan Marcus Giroth dan kawan-kawanharus terhenti. Dia tertangkap bersama Rus Togas pada tanggal 11 Juli 1967 di depan Rumah Andi Syamsu saat beranjak pulang.

***

Mengalami beberapa kali pemeriksaan di MAHMILUB Makassar. Dalam sidang pembelaannya, pemerintah tidak memenuhi permintaan Marcus Giroth untuk mendatangkan pembelanya[9]. Pembela yang dia minta itu berasal dari antara lain; Cekoslowakia, Vietnam Utara, dan Korea Utara. Pada akhirnya pada tanggal 16 November 1968 dijatuhi vonis hukuman mati oleh MAHMILUB[10], dan ditahan selama kurang lebih 31 tahun di Penjara Gunung Sari Ujung Pandang (Makassar).

Pada tahun 1999, setelah Soeharto lenser dari tampuk kekuasaannya, Presiden BJ Habibi kemudian memberikan grasi kepada semua Narapidana Politik dan Tahanan Politik, termasuk Napol/Tapol PKI, dengan mengeluarkan Keppres No. 15/G/1999 TERTANGGAL 17 Maret 1999. Sehingga 10 orang tapol/napol PKI dibebaskan, termasuk didalamnya Marcus Giroth alias Martinus alias Wowoa alias Tjiang, Dia dibebaskan dalam usia63 tahun di penjara Gunung Sari Ujung Pangdang (Makassar)[11].


Catatan Kaki

[1]Markus Giroth, mantan Sekretaris Dewan Nasional SOBSI, saat menjawab pertanyaan wartawan Forum Keadilan (No. 01, 11 April 1999) dalam artikel Alam Tulus yang berjudul “PKI akan bangkit selama ketidak adilan masih ada di Bumi Indonesia (www.mail-archive.com , diakses pada tanggal 1 Februari 2018.

[2]Dalih pembunuhan massal, Jhon Rosa (Hal 106)

[3] Tekakkan PKI yang Marxis-Leninis untuk memimpin Revolusi Demokrasi Rakyat Indonesia, Lima Dokumen Penting Politbiro CC PKI (pesan politburo 23 Mei 1966, Statement Plitbiro 17 Agustus 1966, Otokritik Politbiro September 1966, Pesan Politbiro 23 Mei 1967, Program Partai Komunis Indonesia Untuk Demokrasi Rakyat Indonesia November 1967), Delegasi CC PKI

[4] Wowor adalah bekas anggota CGMI Manado yang akan membantunya membangun kembali PKI di Sulawesi. Giroth belum pernah bertemu dengan Wowor sebelumnya.

[5] Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden No. 1/3/1966 tanggal 12 Maret 1966, menyatakan Partai Komunis

[6] Revolusi grilya bersenjata, ajaran Mao Tjetung

[7] Hein Lumenta adalah bekas pimpinan Pemuda Rakyat di Kampung Tompaso Manado. Mereka berdua bertemu di Losmen “Kamu” Makassar seminggu sebelum mereka berangkat ke Poso.  Berita acara pemeriksaan Mahmilub Ujung Pandang, Selasa tanggal 14 Mei 1968

[8] Andi Syamsu memiliki persiapa senjata yang sementara disimpan di kebunnya di Sengkang, dikutip dare Pedoman Rakyat, Rabu 6 November 1968

[9]Kutipan Pedoman Rakyat, Jum’at 1 November 1968, Pemerintah akan Tunjuk pembela Marcus Giroth, Permintaan terdakwa untuk datangkan pembela dare luar Negeri Tidak Dipenuhi.

[10] Bahaya Laten Komunis Di Indonesia-Jilid V (Penumpasan Pemberontakan PKI dan sisa-sisanya), Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI Jakarta 1995, (Hal 125), dalam www.archive.org diakses pada 1 Februari 2018

[11] Napol PKI Latief, Bungkus Dibebaskan (Media Indonesia Online kamis, 25 Maret 1999), dalam www.library.ohio.edu di akses pada tanggal 1 Februari 2018


Editor : Yuliana

Previous Agreement on Agriculture dan Kedaulatan Petani Indonesia
Next Birokra(shit) Membunuhmu!

No Comment

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *