Detik-detik putusan semakin mendekat, semua yang berjuang semakin merekatkan!
catatankaki.org — Seperti malam minggu biasanya, kota Makassar sesak oleh penghuninya yang berusaha menghibur keletihan hidup masing-masing. Di tengah-tengah keriuhan ini, terdapat sebuah kawasan kecil tempat tinggal 18 keluarga yang memikul beban keletihan yang jauh lebih besar dari yang lainnya, ialah Bara-baraya.
Malam itu, warga Bara-baraya tak mau ketinggalan untuk menghibur diri. Menolak pasrah, setelah setahun lebih mereka berusaha keras melawan ancaman penggusuran, malam kemarin, tanggal 7 Juli, warga Bara-baraya bersama dengan beberapa elemen mahasiswa dan individu menggelar ‘Mimbar Rakyat Bara-baraya bersatu’.
Masuk pukul 19.00, salah satu jalanan utama di daerah Abu Bakar Lambogo, di depan posko ‘Bara-Baraya Bersatu’ telah ditutup. Di jalanan tersebut, terlihat kerumunan warga dan mahasiswa dengan senyuman dan tawa di wajahnya. Di hadapan mereka, Caca, seorang anak perempuan berusia 10 tahun, sedang serius menyanyikan lagu ‘buruh tani’.
Meski sempat disambut dengan suasana khidmat, namun karena tempo nyanyian Caca dan gitar yang mengiringinya tidak sesuai, para penonton satu per satu kehilangan kekhidmatannya dan larut dalam tawa. Tak peduli, Caca tetap lanjut bernyanyi sambil sesekali berusaha mengingat-ingat liriknya.
Seusai mempersembahkan penampilannya, Caca lalu turun dari mimbar dan disusul dengan pembacaan puisi oleh Ridho, seorang bocah Bara-baraya. Caca bersama teman-teman sebayanya lalu bergabung dengan kumpulan mahasiswa di sisi kiri mimbar. “Kenapa kau nyanyikan lagu buruh tani itu?” tanya salah seorang mahasiswa kepada Caca. “karena rumahku mau digusur.. saya tidak mau pisah dengan teman-temanku” jawabnya sembari menyeringai bersama kawan-kawannya.
“Hidup Bara-baraya!” ucap Ridho dengan tegas yang menandai akhir dari penampilannya. Para mahasiswa yang mewakili berbagai organ kemudian silih berganti membacakan puisi dan menyanyikan lagu bertema perjuangan. Mendengar setiap bait puisi yang diucapkan bersama amarah terhadap penggusuran dan penguasa serta harapan terhadap solidaritas dan keadilan rakyat, penonton hening untuk beberapa saat, larut dalam setiap baitnya.
Sebelum penampilan lagu dan puisi, kegiatan ini juga sempat menampilkan pemutaran film dokumenter terkait perlawanan rakyat Bara-baraya, serta testimoni dari warga dan kuasa hukum, memantapkan usaha untuk menghadirkan kembali semangat perlawanan yang dalam beberapa bulan terakhir mulai redup setelah beredar isu bahwa perlawanan rakyat Bara-baraya telah berakhir dengan kekalahan.
Akhirnya sekitar pukul 22.00, Jinbo, seorang mahasiswa UNM yang bertugas sebagai MC, menutup kegiatannya. “Ayo kita jadikan si tukang gusur jadi tukang bubur!” tutup Jinbo yang diikuti dengan gelak tawa para penonton.
Para warga pun pulang satu per satu, dengan berbagai cerita beserta semangat baru untuk dibawa pulang. Namun, lokasi kegiatan tersebut tidak langsung sepi. Para mahasiswa dari berbagai kampus, baik yang telah lama maupun yang baru terlibat dalam perjuangan perlawanan terhadap penggusuran Bara-baraya, masih sibuk bertukar cerita hingga larut malam. Ini adalah kali pertama sejak beberapa bulan terakhir para mahasiswa kembali bertemu untuk meramaikan posko perlawanan Bara-baraya.
Pada saat wawancara, Jinbo memang sempat mengatakan bahwa salah satu tujuan dari penyelenggaraan kegiatan ini adalah untuk memasifkan kembali pergerakan dengan memperkuat solidaritas warga antara yang tidak terkena dampak penggusuran dan yang terkena dampak serta membangun kembali semangat perjuangan di tataran mahasiswa yang pada bulan puasa lalu menandai titik terendah dari perlawanannya.
Padahal, sejak beberapa bulan terakhir, warga telah menjalani sidang peninjauan lokasi dan sidang saksi. Pada sidang saksi, sementara dari pihak penggugat yang mengaku ahli waris dan pihak tergugat 2, dalam hal ini KODAM, tidak pernah mengajukan saksi dari pihak mereka, para warga tergugat berhasil menghadirkan 5 orang saksi untuk menjelaskan beberapa detail penting yang akan memperkuat posisi warga pada sidang kesimpulan.
Akhirnya, mimbar rakyat ini secara khusus bertujuan untuk memperkuat basis massa demi mengawal sidang kesimpulan yang akan berlangsung pada hari Selasa, 10 Juli mendatang, yang nantinya akan disusul dengan sidang putusan.
Karena itu, mari kembali saling bahu-membahu melawan penggusuran dan berbagi kabar bahwa: rakyat Bara-Baraya belum kalah! ■
Reporter : Man
Penulis : Man
Editor : Ilham Arif
No Comment