Oleh: Veraya An Riuh

Hanya semangat yang ku ingat ketika seseorang bercerita tentang album ini. Dialita “Dunia Milik Kita” adalah sebuah album yang bercerita tentang perlawanan dengan ingatan yang dipaksa hilang. Suatu pelanggaran hak asasi yang secara kolektif dan sadar direkonstruksi dalam pikiran kita melalui buku pelajaran sekolah. Sebuah kebohongan sejarah mencekoki pikiran kita. Paduan suara Dialita datang bercerita tentang kisah lama menagih keadilan. Mengingatkan kita bahwa kita pernah memiliki kekuatan yang sangat
besar.

Album ini berisi sepuluh lagu yang akan memanjakan telinga pendengarnya. Bukan hanya sekedar nyanyian biasa, beberapa musisi yang tidak asing mengiringi paduan suara ini. Adalah Frau, Cholil Mahmud, Sisir Tanah, Nadya Hatta & Prihatmoko Catur, Kroncongan Agawe Santoso dan Lintang Radittya. Beberapa musisi ini turut andil dalam mengkomposisi kembali lantunan lagu dalam album ini. Lagu ini juga dikumpulkan dengan pelik dari ingatan para paduan suara Eks tahanan politik.

Kita per tama akan dijemput oleh “Ujian” yang di aransemen oleh Frau. Menyanyikan lagu sedih dengan kobaran semangat suatu keyakinan akan selalu bangkit. Sangat sulit mendengarnya tanpa menjatuhkan air mata. Lagu ini melukiskan kondisi di balik jeruji besi yang penuh cobaan, bagaimana mungkin tahanan politik “Enam Lima” menjalaninya tanpa kegetiran. Sebuah keyakinan yang membuat mereka kuat menghadapi diskriminasi.

Nuansa ciri khas Cholil dalam bermusik sangat kental dalam lagu “Salam Harapan”. Lagu untuk seorang kawan yang akan menjalani hari. Pendengar mendengar sebuah harapan ketika akan menjalani rutinitas. Sebuah lagu penyemangat, Cholil berhasil membuat bunyi – bunyian yang menyenangkan dalam lagu ini.

Sisir tanah, Frau dan Lintan Gradittya mampu menyulap “Di Kaki –kaki Tangkuban Perahu” menjadi sebuah kolaborasi petikan gitar dan alunan piano bertemu menjadi satu lewat cerita perjuangan petani melawan pemerintah. Ladang tempat mereka bertani menyatukan tekad dan harapan aturan yang mensejahterakan dimasa depan. Lagu ini membawa kita ke sawah bersama petani yang dibelai angin.

“Padi untuk India” adalah lagu yang berisi catatan sejarah. Pada tahun 1946, India mengalami krisis pangan. Indonesia kemudian berinisiatif memberikan bantuan pangan kepada India Sebagai bentuk solidaritas negara yang dijajah. Sisir tanah memberikan sentuhan kebahagian yang berlebih.
Senyuman tidak terelakkan saat mendengar lagu ini. Keriangan ketika membantu seseorang berada
dalam jiwa lagu ini.

Sebuah lagu berbahasa Spanyol meyelip dalam album ini. Kita pasti mengingat GANEFO sebagai sebuah olimpiade tandingan pada saat olimpiade mencampur adukkan antara politik dengan olahraga. Indonesia kala itu menjadi tuan rumah penghelatan GANEFO pertama. Sisir tanah sukses mengiringi lagu “Viva Ganefo”. Album ini sedikit banyak bercerita tentang sejarah dari masa kelam Indonesia. Pada akhirnya saya dengan penuh semangat mengucapkan selamat menikmati sebuah bayangan dari masa kelam yang menagih, mengajak menari di pasca-reformasi yang berstatus membebaskan hak setiap individu tapi melarang asupan pengetahuan tentang Marxisme, Leninisme, dan Komunisme.


Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Catatan Kaki Edisi Januari 2018 “Terang yang Tak Kunjung Terbit”.

Previous Penggelapan Uang BPJS Cleaning Service Unhas
Next Masyarakat Galesong : Tambang Pasir Rugikan Kami

No Comment

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *