Uang BPJS cleaning service Unhas diduga digelapkan oleh pihak perusahaan, kemanakah aliran uang jika kartu BPJS tidak aktif?, sementara upah cleaning service terus dipotong oleh pihak perusahaan setiap bulannya.

catatankaki.org — Keresahan Cleaning Service Universitas Hasanuddin (Unhas) memuncak pada hari Senin (05/02/2018) lalu. Cleaning Service bersama dengan solidaritas mahasiswa melakukan aksi demontrasi menuntut perbaikan kondisi kerja yang dalam beberapa tahun terakhir terus mengikis hak mereka dalam sistem alih daya (Outsourcing). Dalam aksinya, mereka menuntut upah yang layak, kejelasan kontrak, penyelesaian kasus pelecehan serta pengembalian uang BPJS.

Dalam poin tuntutan terakhir, para Cleaning Service mempertanyakan aliran dana BPJS yang terus mereka bayar dalam enam bulan terakhir melalui potongan upah oleh perusahaan. Jumlahnya pun bervariasi, mulai dari Rp.25.000/bulan untuk BPJS Kesehatan dan Rp. 50.000/bulan untuk BPJS Ketenagakerjaan. Terdapat juga diantara mereka yang membayar kedua kartu BPJS tersebut dengan total potongan upah Rp. 75.000/bulan.

Cleaning service pun patut curiga, upah yang selama ini terpotong tiap bulannya dilahap perusahaan tanpa tanggung-tanggung. Pasalnya, jika mereka berobat ke rumah sakit, kartu BPJS mereka ditolak dengan alasan iuaran belum terbayarkan ataupun kartu BPJS tidak aktif. Selain itu, terdapat juga yang iurannya hanya terbayar beberapa bulan saja.

Ratusan massa aksi pekerja dan mahasiswa bersatu di samping perpustakaan pusat Unhas, Senin (05/02/2018)

Kartu BPJS tidak berguna di Rumah Sakit

Ketidakjelasan iuran BPJS ini jelas merugikan hak pekerja atas jaminan kerja dan jaminan kesehatan. Seperti yang dialami Dg. Mantang, salah seorang Cleaning Service yang terakhir kali bekerja di area Teaching Industry Unhas. Pada awal bulan Januari 2018, Ia bersama seorang teman Cleaning Service lainnya mengalami kecelakaan motor di sekitar Jl. Pintu Satu Unhas saat hendak pulang kerja. Ia mengalami luka pada bagian dahi dan salah satu giginya patah.

Atas saran teman sekerjanya, Ibu tiga anak ini melapor kepada pegawai di kantor perusahaan untuk meminta penjelasan penggunaan kartu BPJS Ketenagakerjaan miliknya. Namun pegawai perusahaan tersebut menampik, bahwa fungsi BPJS Ketenagakerjaan tidak bisa digunakan untuk hal demikan. “Tidak bisa dipake kalau patah gigi,” ujar Dg. Mantang menirukan ucapan pegawai perusahaan kepada tim Catatan Kaki, Senin (12/02/2018).

Dengan musibah yang dialaminya, Ia kemudian berobat di RS. Dr. Tadjuddin Chalid yang berada di Jl. Pacerakkang. Tidak terima atas jawaban pegawai perusahaan, Ia tetap mencoba untuk menggunakan kartu BPJS Ketenagakerjaan miliknya. Namun pihak rumah sakit Dr. Tadjuddin Chalid juga menolak penggunaan kartu BPJS tersebut dengan alasan ‘belum aktif’. “Saya kasi kartu BPJS ku, tapi na bilang tidak aktif, baru na suruhka aktifkan ki,” ucapnya. Karena kartu BPJS miliknya tidak aktif, terpaksa Ia harus mengeluarkan biaya untuk membayar ongkos perawatan rumah sakit sebanyak Rp. 300.000,-.

Belum selesai masalah kartu BPJS, Dg. Mantang yang telah bekerja sebagai Cleaning Service di Unhas selama delapan tahun terakhir, diberhentikan secara tiba-tiba oleh perusahaan yang baru, beroperasi pada awal bulan Februari tahun 2018 dengan alasan ‘terlambat mengembalikan berkas pendaftaran’. Lantaran tidak terima dengan keputusan perusahaan tersebut, Ia menghadap ke perusahaan untuk meminta penjelasan, namun tetap mendapat jawaban yang sama. Ia sempat juga meminta potongan upah untuk pembayaran BPJS selama bekerja, namun perusahaan tidak memberikan jawaban yang pasti.

Pemotongan iuran BPJS tertampung di Perusahaan

Kasus yang serupa juga dialami Cleaning Service yang bekerja di area Perpustakaan Pusat Unhas, sebut saja RH. Pada Kamis (11/01/2018) Ia sakit pendarahan dan diperiksa di RS. Wahidin, begitu juga tiga hari setelahnya, Ia kembali dirawat di rumah sakit dengan sakit yang serupa. Saat hendak menggunakan kartu BPJS Kesehatan miliknya, pihak rumah sakit menolak dengan alasan iuran tidak terbayar. Padahal upahnya sejumlah Rp. 1.800.000,- telah dipotong senilai Rp. 25.000,- tiap bulannya oleh pihak perusahaan untuk pembayaran BPJS. Alhasil, RH yang telah bekerja sebagai Cleaning Service di Unhas selama 7 (tujuh) tahun ini terpaksa membayar sendiri biaya rumah sakit sebesar Rp. 600.000,-.

Sedikit berbeda dengan CA (inisial), Cleaning Service yang bekerja di area luar (pekarangan dan arena jalan kampus). Ia dapat mengetahui bahwasanya kartu BPJS Ketenagakerjaan miliknya tidak terbayarkan dengan mengecek layanan online BPJS Ketenagakerjaan. Saat Ia mengecek via online pada akhir tahun 2017, yang terbayar hanya beberapa bulan saja, padahal selama enam bulan gajinya dipotong sebanyak Rp. 75.000,- oleh perusahaan dengan alasan pembayaran BPJS.

Upah yang diterima tidak sesuai dengan Laporan BPJS Ketenagakerjaan

Keganjilan yang lain, upah yang tercantum dalam akun BPJS Ketenagakerjaan miliknya sebesar Rp. 2.500.000,-, padahal kenyataannya upah yang diterima selama ini dari perusahaan hanya Rp. 1.700.000,-. CA mengatakan, bahwa yang mengurus BPJS para Cleaning Service adalah pihak perusahaan, sehingga Ia tidak tahu-menahu mengapa upah yang tercantum di BPJS berbeda dengan upah sebenarnya yang mereka terima selama ini.

Pihak Perusahaan tidak mau bertanggung jawab

Atas permasalahan ini, tim Catatan Kaki mengonfirmasi H. Muslimin selaku manajemen PT. Prima Mitra Klin. Perusahaan pemenang tender jasa Cleaning Service Unhas tahun anggaran 2018. Perlu diketahui, dari tahun 2016 sampai tahun 2017, vendor jasa Cleaning Service Unhas dipegang oleh PT. Riztechindo, tetapi manajemen perusahaan tersebut dipegang oleh orang yang sama pula dengan perusahaan yang sekarang (PT.Prima Mitra Klin), yaitu H. Muslimin dan pegawainya.

Pada hari Senin (05/02/2018), saat berlangsungnya aksi demonstrasi, diadakan pertemuan dari pihak Manajemen Perusahaan dengan Cleaning Service yang dimediasi oleh pihak Rektorat dan Mahasiswa di ruangan WR III. H.Muslimin yang didampingi sekretarisnya tidak memberikan jawaban signifikan atas permasalahan tersebut. “Uangta’ yang masuk itu bisa diambil, tetapi aturan dari BPJS, lima tahun baru bisa diambil, jadi sekalipun itu uangta’ baru Rp. 100.000,- yang masuk, akan nanti didapatkan itu,” ujarnya. Saat ditanya lebih jauh mengenai kemana uang tersebut mengalir, “nanti saya cek di kantor,” jawabnya singkat.

Namun yang menjadi masalah, dari ketiga narasumber yang diwawancarai, semuanya mengatakan bahwa kartu BPJS mereka tidak terbayarkan. Sehingga solusi yang dipaparkan H. Muslimin tidak berlaku. Yaitu ‘menunggu jangka waktu lima tahun untuk mengambil uang pekerja di kantor BPJS’. Dalam hal ini, pihak BPJS bukanlah penanggung jawab atas tidak terbayarnya iuran pekerja, sehingga pihak BPJS tidak mungkin mengembalikan uang yang belum terbayarkan ke pihaknya.

Muslimin juga menambahkan, pada tahun 2018, perusahaan sudah tidak lagi menanggung jaminan kesehatan maupun jaminan kerja Cleaning Service. Perusahaan mengalihkan jaminan tersebut ke BPJS Mandiri, artinya pekerja sendiri yang akan membayar semua iuran tanpa ada tanggungan dari perusahaan. “Mengenai BPJS ini masuk anggaran 2018, tidak ada lagi BPJS di dalam tender, yang masuk cuma BPJS Mandiri,” kata H. Muslimin. Ia mengatakan, “anggaran untuk kedua jaminan tersebut tidak ada lagi dalam tender, sehingga perusahaan sudah tidak sanggup lagi membayar”.

Regulasi BPJS tidak diterapkan perusahaan

Dengan segudang permasalahan yang menimpa Cleaning Service Unhas, tim Catatan Kaki juga sempat mendatangi Kantor BPJS Ketenagakerjaan untuk dimintai keterangan lebih mendalam. Usman Rappe selaku kepala kantor mengkonfirmasi, bahwa faktanya PT. Riztechindo vendor perusahaan dalam dua tahun terakhir (2016/2017), memang telah terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan dengan mengambil tiga dari empat program BPJS Ketenagakerjaan, yakni Jaminan Kecelakaaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM) dan Jaminan Hari Tua (JHT).

Usman melanjutkan, sesuai dengan aturan BPJS Ketenagakerjaan, pembayaran JKK dan JKM ditanggung oleh perusahaan. Sementara JHT, 3,7% ditanggung perusahaan dan 2% sisanya ditanggung oleh pekerja. Berdasarkan aturan tersebut, Cleaning Service Unhas yang mendapat gaji sebesar Rp. 1.600.000,- wajib membayar iuaran Rp. 32.000,-/bulan sementara sisanya ditanggung oleh perusahaan. Namun dari semua Cleaning Service yang diwawancarai oleh Tim Catatan Kaki, pembayaran BPJS Ketenagakerjaan mereka seragam yakni Rp. 50.000,-/bulan tanpa memperhitungkan nominal gaji yang diterima Cleaning Service. Jumlah ini terbilang melambung dari seharusnya, mengingat jumlah upah Cleaning Service Unhas hanya berkisar Rp. 1.200.000,- hingga Rp. 1.800.000,- sementara UMK kota Makassar senilai Rp.2.600.000,- per bulan Februari.

Terkait kasus yang menimpa Dg. Mantang, Kepala Kantor BPJS Ketenagakerjaan membenarkan, kecelakan motor yang menimpa pekerja juga masuk tanggungan BPJS Ketenagakerjaan yakni ‘Jaminan Kecelakaan Kerja’ (JKK). “Yang diberikan perlindungan adalah segala resiko yang timbul akibat hubungan kerja, baik itu berangkat dari rumah ke tempat kerja maupun pulang dari tempat kerja dan selama berada dilingkungan kerja,” jelasnya. Namun terkait perusahaan yang diduga tidak membayar iuran, Ia belum bisa memastikan. Katanya, hal tersebut perlu di cek di database mereka.

Perihal keterangan perusahaan baru PT. Prima Mitra Klin yang tidak lagi menanggung jaminan kerja dan kesehatan pekerja pada tahun 2018.  Usman mengatakan, berdasarkan regulasi, tiap perusahaan wajib memberikan jaminan kerja kepada pekerja mereka. “Kalau yang penerima upah itu yang mendaftarkan adalah perusahaan”, ungkapnya. Ia menegaskan, perusahaan yang tidak membayar BPJS pekerja akan mendapat sanksi berupa ‘tidak mendapat izin beroperasi’ bahkan hingga ‘penutupan perusahaan’.

Indikasi penggelapan uang BPJS cleaning service Unhas oleh perusahaan PT.Riztechindo jelas merugikan pekerja atas jaminan kerja dan kesehatan yang seharusnya bisa mereka peroleh. Unhas sebagai pihak pertama pengguna layanan jasa cleaning service juga tak seharusnya lepas tangan. Potret buram di institusi pendidikan tinggi, yang semestinya mengabdi pada masyarakat terutama bagi permasalahan-permasalahan sosial.


Penulis : Petunia

Editor : Uk Marco, Oshinsky El Challul

Previous Melihat Kembali Perjuangan Penegakan HAM melalui “Kamis ke-300”
Next Dialita, Menyanyikan Semangat di Masa Kelam

No Comment

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *