Oleh: Peraya an Riuh
Kita telah diperas, digembalakan dan dipotong. Kampus ini sudah seperti industri peternakan. Setelah mahasiswa dijadikan target rampasan, buruh outsourcing juga tidak terlewatkan. Mahasiswa dan buruh outsourcing berada di pihak yang sama. Sedangkan dilain sisi, penguasa kampus dan antek-anteknya berdiri congkak atas kemenangan telaknya dalam pertarungan yang tidak adil. Buruh outsourcing dan mahasiswa bergandengan tangan melawan kapitalisme dalam kampus. Kita harus semakin kuat untuk mengambil uang kita yang sudah tertumpa ruah di kantong penguasa. kita adalah segala luka, kita adalah outsourching, kita adalah mahasiswa.
Kemarahan kita
Kabar tentang pelecehan seksual cleaning service telah menyebar. Pengawas berhidung belang itu tidak kunjung dipecat ataupun dirajam. Peristiwa ini semakin menjadi teror bagi para buruh outsourcing perempuan, lebih parahnya setelah korban mengadu pada perusahaan korban malah diancam akan dipecat.
Pemecatan secara sepihak dilakukan terus menerus oleh perusahaan outsouching. PHK secara sepihak membuat para pekerja menjadi was–was. Beberapa buruh outsourcing yang telah bertahun – tahun bekerja lalu dipecat tanpa alasan yang jelas. Metode ini digunakan untuk menerima buruh baru yang dapat dipekerjakan dengan murah. Tragisnya, pekerja saat akan menandatangani kontrak tidak diperlihatkan secara penuh isi kontraknya. Lalu dipaksa sepakat dengan jumlah gaji.
Gaji yang diterima oleh buruh outsourcing jauh di bawah upah minimum pekerja, paling rendah Rp. 1.200.000, paling tinggi Rp 1.800.000. biaya yang tidak pernah cukup untuk bertahan hidup di kota ini. Sialnya, gaji tidak diterima penuh sejak enam bulan terakhir. Rp. 75.000 dipotong dengan pembayaran BPJS. Bukankah BPJS merupakan tanggung jawab perusahaan ? parahnya lagi perusahaan tidak membayar BPJS selama enam bulan tersebut. Lalu kemanakah potongan gaji serta BPJS ?
Diantara tumpukan masalah yang sedang berdiri kokoh, kami turun menumpahkan ekspresi dari beban pikulan kami. Senin, 5 Februari 2018. Pukul satu siang, saat matahari memanggang kulit kami. Kami pantang mundur dari halauan satpam dan fasisnya kampus. Kami menuntut keadilan kemudian digoyahkan sesekali dengan dorongan satpam. Akhirnya pada pukul lima lewat, Kampus mengusir kami dari halaman rektorat. Tanpa alasan yang jelas, tanpa kejelasan tuntutan kami. Tak lama setelah kami menarik diri, iring – iringan berdatangan menyambut kementerian sosial. Inilah wajah kampus yang tidak peduli dengan mahasiswa dan pekerjanya.
Lagi. Kita harus merebut kembali hak kita, berhenti berpikir tolol tentang perbedaan kepentingan kita harus menyadari bahwa kita adalah proletar, kitalah yang dimiskinkan, hak – hak kita yang telah dirampas. Ayo bersama – sama bergandengan tangan. Hancurkan kapitalisme dalam kampus!
No Comment