catatankaki.org — “Mereka ditarik secara paksa menjauh dari kawanan. Terjatuh dengan kepala menghantam lantai karena kewalahan mengimbangi tarikan tiga orang satpam. Belum sempat berdiri, terpaan pukulan dan injakan berdatangan dari aparat.”
Kalimat “tidak ada liburan untuk organisasi” sangat pas menggambarkan unhas liburan kali ini. Ketika semua mahasiswa berbondong-bondong pulang kampung, birokrasi berkesempatan meluncurkan PTNBH yang dihadiri oleh menteri riset teknologi dan pendidikan tinggi Muhammad Nasir.
Masih Pagi sekali. Jejeran spanduk berisi ucapan selamat dari para investor yang siap menanamkan modal terpampang mencolok di pelataran Gedung Rektorat. Sebentar lagi Unhas akan kedatangan banyak tamu istimewa. Tidak ada yang mendahului satpam, tentara dan polisi untuk bersiaga dalam pengamanan pertemuan elit birokratis dari benalu yang menggangu.
Menjadi sebuah tradisi, sebuah ketimpangan tidak semena-mena masuk dalam kehidupan mahasiswa. Karena itu mahasiswa mulai berkumpul dan menjauhkan diri dari kemalasan di pagi hari untuk menyuaran hak mereka. Mereka menyebut diri mereka “Unhas bersatu”. Penolakan terhadap kenaikan UKT, Penolakan Komersialisasi Pendidikan dan Penolakan Peraturan Menteri Nomor 39 tahun 2016 menjadi tuntutan dari massa aksi, tutur Moh. Rizki Dharma selaku jendral lapangan.
Tanggal 16 Januari 2016, Pukul 9.20 di bawah pohon yang rindang pelataran Gedung MKU dihiasi sekitar 200 mahasiswa berpakaian merah berlalu lalang membentuk sebuah barisan. Mereka berjalan pelan menuju rektorat. Namun, kaki barisan dipaksa berhenti oleh aparatus kampus dan negara. Seperti menggambar sebuah garis bayangan, barisan tidak dibiarkan melangkah lagi. Hari ini, kampus bukan milik mereka. Ada sebuah garis dengan radius 200 meter dari rektorat menjadi batas yang tidak boleh mereka lalui. Namun harapan selalu ada dalam massa aksi. Orasi politik bermula walaupun bukan di tempat yang diinginkan.
Tidak lama berselang, Abdul Rasyid Djalil selaku Wakil Rektor III bidang kemahasiswaan dan alumni mendatangi massa aksi. Ia datang bersama antek-anteknya membawa terror bagi mahasiswa panerima beasiswa bidikmisi. “Birokrasi kampus mulai tidak berpikir logis, tidak ada sama sekali hubungan antara bidikmisi dan demonstrasi ataukah memang beasiswa menjadi alat pengontrol?”Jawab salah seorang mahasiswa yang tidak ingin disebutkan namanya. Untuk mencounter Terror, Beberapa mahasiswa dari massa aksi menjauhkan pegawai rektorat yang baru datang.
Penolakan terhadap komersialisasi kampus memang telah menjadi wacana yang tidak asing beberapa tahun belakangan ini. Kampus yang seyogyanya sebagai intitusi pendidikan mulai mengkhianati tujuan awalnya. Kapitalisme mulai merambah ke sektor-sektor yang tidak produktif seperti pendidikan lalu menjadikannya komoditi. Bukan hanya itu saja, kampus memposisikan mahasiswa sebagai produk sekaligus konsumen. PTN BH dan UKT adalah sebuah sistem yang sesuai untuk mencapai kapitalisme pendidikan.
Amarah tidak terhidarkan saat matahari mulai meninggi. Massa mulai mencoba melangkah mendekat. Suara jeritan dan pukulan mulai menghantam barikade massa. Alam yang sementara berorasi ditarik dan mendapat beberapa pukulan yang bersarang di bagian kepala. Beberapa orang dari massa aksi yang berniat mengejarnya tidak dibiarkan lewat. Bambu bagian dari petaka pun beterbangan di udara. Teriakan dan nyanyian menemani aksi saling dorong. Kemudian ritme aksi melambat dan hening beberapa saat. Rizki meminta kesabaran massa aksi dan meminta pembebasan Alam yang baru saja tertangkap.
Tidak cukup sepuluh menit, Alam muncul dari depan massa. Perlahan massa aksi memulai kembali orasi politik. Ini adalah aksi pencipta orator terbanyak di unhas. Para orator saling bergantian memercik bara semangat massa. Tiga puluh menit setelah penculikan Alam, aksi saling dorong terjadi lagi. Kali ini, Accul dan Faisal menjadi sasaran selanjutnya. Mereka ditarik secara paksa menjauh dari kawanan. Terjatuh dengan kepala menghantam lantai karena kewalahan mengimbangi tarikan tiga orang satpam. Belum sempat berdiri, terpaan pukulan dan injakan berdatangan dari aparat.
Riuh massa aksi yang meminta pengembalian teman mereka akhirnya berbuah hasil dengan terbebasnya Accul dan Faisal. Massa aksi kembali berfokus pada targetan aksi dan bersiap untuk pembacaan tuntutan di depan WR III yang sedari tadi datang dan pergi. Kemudian berakhirlah aksi pada pukul 13.10. “Hari ini bukanlah sebuah kekalahan… kita akan terus bergerak untuk menolak PTNBH” tutur Almunatsir saat diwawancarai.
No Comment