catatankaki.org — Diskusi yang diadakan oleh Himpunan Ilmu Hubungan Internasional (HIMAHI) yang bertempat di Taman Sospol Universitas Hasanuddin, Jumat, 11 Maret 2016 bertemakan “Food Not Bombs”. Dalam diskusi ini, pembahasan intinya dibagi menjadi tiga bagian yakni sejarah, prinsip dan aksi dalam gerakan food not bombs.
Food Not Bombs sendiri merupakan gerakan sosial yang berdiri di Amerika pada saat perang dingin terjadi. Awal pembentukan gerakan ini karena pada saat perang dingin, Negara-negara terutama Amerika berlomba-lomba untuk mengembangkan senjata terutama senjata Nuklir. Sementara pada saat yang bersamaan, kelaparan, pangan, dan kemiskinan juga terjadi. Oleh karena itu, muncullah pemikiran bahwa bagaimana kalau dana yang tadinya untuk pembuatan nuklir tersebut dialihkan ke pangan untuk mengatasi kelaparan. Kondisi ini direspon oleh aktifis-aktifis anti perang di sana yang berharap bahwa setelah perang dunia terjadi, tak akan ada lagi perang-perang selanjutnya sehingga mereka berinisiatif untuk membentuk sebuah gerakan sosial.
“Setelah terbentuknya gerakan Food Not Bombs ini, muncullah berbagai aksi-aksi yang dilakukan para aktifis dengan melakukan pembagian makanan yang menggunakan kostum tentara yang bertuliskan “money for food”. Kemudian aksi-aksi selanjutnya terus bermunculan dan terkenal. Gerakan ini semakin meluas dan mereka melakukan pertemuan internasional pertamanya di Buston”. Ucap Kak Riri, selaku orang yang membawakan materi dan menceritakan kisah tersebut.
Gerakan Food Not Bombs ini juga memiliki prinsip di mana makanan mereka harus selalu vegetarian (sayur-sayuran) dan gratis untuk semua orang tanpa ada batasan. Prinsip lainnya yaitu setiap cabang pada gerakan sosial ini independen dan memiliki otonomi tersendiri. Selain itu, dalam gerakan sosial ini tidak memiliki struktur seperti pada pemerintahan atau organisasi. Jadi pada dasarnya, prinsip dari gerakan ini bukanlah sebuah gerakan amal yang membantu jika melihat orang-orang miskin melainkan prinsip gerakan ini lebih menginginkan pada sebuah perubahan sosial untuk sebuah perdamaian bukan kekerasan.
Saat ini, gerakan Food Not Bombs telah tersebar ke beberapa Negara termasuk Indonesia yang pernah terlibat dalam banyak gerakan sosial seperti Battle of Seattle yaitu gerakan menolak konferensi World Trade Organization (WTO) di Seattle. Gerakan ini juga bekembang di Eropa. Salah satu aksinya adalah memberikan makanan kepada Imigran. Melalui sistem diffusion dengan metode relational, mediated dan non relational, gerakan ini berkembang dengan pesat di seluruh dunia dan digolongkan dalam transnasional sosial movement.
Diskusi internal yang diadakan oleh jurusan hubungan internasional ini berlangsung tenang dan beberapa mahasiswa yang mengikuti diskusi tersebut juga mengajukan pertanyaan. Menurut Ani, pengurus HIMAHI FISIP UNHAS yang ditemui setelah diskusi berlangsung mengatakan bahwa alasan mengapa sampai mengangkat tema food not bombs ini karena melihat dari civitas mahasiswa yang selalu melakukan aksi gerakan sosial selalu turun ke jalan. Padahal menurutnya, masih ada hal lain yang bisa dilakukan melalui gerakan sosial tanpa menggunakan kekerasan seperti membagi-bagikan makanan. Selain itu, harapan yang diinginkan dari diadakannya diskusi ini ialah semoga di kalangan mahasiswa tetap peduli terhadap gerakan sosial karena melihat mahasiswa sekarang menganggap bahwa dunia sedang baik-baik saja. Padahal sebaliknya, masih banyak hal yang mesti dilakukan mahasiswa ditambah lagi kita yang berada dilingkup sosial yang jangan hanya mementingkan diri sendiri tapi juga orang lain.
GERAKAN SOSIAL “FOOD NOT BOMBS”

No Comment