Oleh: Bang Jarod
Siapa yang mengenal “Arif”, kebanyakan orang ketika mendengar nama ini pasti akan bertanya siapa gerangan Arif yang dimaksud. Dia memang bukan orang yang terkenal seperti para artis dan politisi di Senayan, karena keseringan nampil di Media pemberitaan. Namun bagi masyarakat Makassar, khususnya pemuda mahasiswa ketika mendengar nama ini pasti akan teringat pada sebuah moment. Moment dimana Makassar menjadi bergecolak akibat pemerintah kembali mengeluarkan kebijakan untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), tepatnya pada 18 november 2014 yang lalu.
Kebijakan Pemerintah VS Pembangkangan Sosial
Sekitar satu bulan sebelum harga BBM ditetapkan naik pada tanggal 18 November 2014, sudah beredar kabar dimasyarakat akan rencana pemerintah tersebut. Kabar ini membuat hampir semua kalangan masyarakat menjadi resah. Harga premium yang sebelumnya Rp. 6.500 rencana akan naik menjadi Rp. 8.500, untuk BBM jenis solar naik dari Rp. 5.500 menjadi Rp. 7.500.1) Kebijakan ini jelas akan mengakibatkan kenaikan harga pada sektor lainnya, utamanya pada sektor kebutuhan rumah tangga (komsumsi) yang membuat utamanya ibu rumah tangga menjerit.
Masyarakat yang pada umumnya yang memahami efek dari rantai ekonomi jika BBM naik, jelas akan tegas menolak, dan wajar saja ketika Makassar kembali bergejolak sebagai bentuk kesadaran dan resistensi terhadap kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat. Bentuk penolakan pun beragam, mulai dari teriakan dimedia sosial, aksi mogok kerja, aksi demonstrasi dan aksi aksi lainnya.
Sedikit bercermin pada kondisi Kota Makassar saat itu, maka kita akan melihat betapa maraknya aksi demonstrasi menjelang penetapan keputusan pemerintah. Aksi demonstrasi yang notabene selalu dimotori olah mahasiswa ini tidak jarang mendapatkan refresifitas dari pihak kepolisian. Aksi unjuk rasa yang dilakukan ratusan mahasiswa Universitas
Negeri Makassar (UNM)), Kamis (13/11), harus berujung bentrok dengan aparat kepolisian. Tidak hanya melukai mahasiswa, sejumlah wartawan menjadi sasaran aparat kepolisian dalam mengendalikan aksi demonstrasi, serta fasilitas kampus dirusak.2)
Hal yang sama terjadi pada aksi unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa Universitas Muslim Indonesia (UMI) bersama warga, kamis (27/11), hingga menyisahkan kisah jatuhnya korban jiwa dari pihak warga yaitu Muhammad Arif (18). Arif yang sehari-hari bekerja sebagai pak ogah (jasa penyebrang kendaraan).3)
Pembungkaman Media Mainstream Dibalik Kasus Tewasnya “ARIF”
Kisah naas yang menimpah Arif warga jalan pampang tersebut bermula ketika barisan Aliansi Mahasiswa UMI Bersatu melakukan aksi di depan Kantor Gubernur Sulawesi Selatan, kamis (27/11). Mereka menuntut kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM dicabut dan mendesat agar gubernur menandatangan petisi yang didalamnya termuat bahwa “Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan tidak sepakat atas kebijakan pemerintah pusat yang menaikan harga BBM”. Namun pihak gubernur tidak merespon dengan baik desakan tersebut, yang justru menghina aksi massa karena yang menandatangi petisi bukan gubernur tapi Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
Hal ini yang membuat massa aksi menjadi tidak kondusif lagi, sementara aksi ditenangkan atas hinaan tersebut, tiba – tiba ada lemparan batu dari arah barisan satpol PP yang coba memprovokasi massa, sehingga memancing bentrokan terjadi. Bentrok yang semakin memanas, memaksa satuan Brimob untuk bertindak dan mengejar mahasiswa. Arif yang kebetulan ada dibarisan mahasiswa kemudian terkena tembakan gas air mata dibagian belakang kepala, hingga terjatuh tak sadarkan diri kemudian disambar mobil water cannon.4)
Kasus ini memunculkan banyak spekulasi dari berbagai pihak terutama pihak kepolisian dibantu media sebagai bentuk pembelaan dan penjagaan nama baik. Sepertinya pihak kepolisian seakan akan ingin menutupi kasus ini, hasil visum yang dilakukan di RS DR.
Wahidin Sudirohusodo tidak langsung diserahkan ke pihak keluarga dengan alasan kepentingan penyelidikan. Serta penbedahan yang dilakukan pihak RS dan kepolisian tanpa seizin pihak keluarga arif. Hal ini memunculkan pertanyaan besar, ada apa sehingga arif harus dibedah dan tanpa izin keluarga korban ?
Hasil penyidikan tidak ada sampai saat ini
Mengamati kasus ini, ada hal yang mengganjal karena sampai saat ini belum ada kepastian penyebab kematian Arif dari pihak penyidik. Kita menjadi bingung dengan perbedaan pendapat yang muncul di media pemberitaan, antara pendapat masyarakat (saksi mata) dan pihak kepolisian. Pihak kepolisian yang membantah tuduhan bahwa Arif tertembak gas air mata kemudian dilindas water cannon, dan menganggap bahwa Arif terjatuh dan bekas luka bocor pada bagian kepala dikarenakan terbentur di aspal. Jika memang benar bahwa bekas luka tersebut akibat benturan, tidaklah mungkin karena itu bukan luka biasa, kepala Arif pada foto dan dari pernyataan saksi mata menunjukkan lubang pada tengkorak belakang. Ditambah lagi pada sekitar TKP (tempat kejadian perkara) tidak terdapat unsur – unsur yang dapat mengakibatkan kebocoran pada kepala.
Sepertinya memang jelas bahwa pihak kepolisian mencoba menutupi kasus ini, hal ini dapat kita buktikan dengan melakukan analisis kronologi sebelum dan setelah Arif menghembuskan nafas terakhirnya. Dari kronologi kejadiansangat jelas bahwa pihak keamanan bertindak sangat refresif dan ugal – ugalan dalam menghentikan massa aksi. Serta saat korban dibawa ke RS Wahidin Sudirohusodo Makassar untuk divisum dan kemudian dilakukan pembedahan, itu tanpa seizin orang tua korban.
Sehari setelah kejadian barulah keluar hasil otopsi Tim dokter RSUD Wahidin Sudirohusodo yang menyatakan bahwa korban mengalami pendarahan pada selaput lunak otak dan patah tulang tengkorak. Terdapat 11 luka di bagian kepala, antara lain, bibir memar, rahang lecet, kepala belakang luka robek, tampak jaringan otak keluar. Ada pendarahan di bawah selaput lunak otak. Ditemukan resapan darah di bawah kulit kepala, patah tulang tengkorak belakang.5)
Namun hasil otopsi ini belum dapat menyimpulkan apa penyebab kematian yang sebenarnya. Hingga berkali-kali aksi kembali harus dilakukan di POLRESTABES Makassar, dengan tuntutan pihak kepolisian segera menuntaskan kasus penyerangan kampus UMI Makassar dan segera menyampaikan hasil penyidikan penyebab kematian Arif.
Dari kasus ini kita dapat melihat bagaimana kerja pihak keamanan yang sangat tidak profesional dalam menjalankan tugas, yang harus mengakibatkan tertelannya korban. Serta pihak kepolisian terbukti sangat sering memprovokasi aksi-aksi massa dengan cara dan metode premanisme. Siapa yang kemudian bertanggungjawab atas jatuhnya korban serta semua bentuk pengrusakan properti kampus ?
Kita tidak mungkin bisa melupakan kasus tewasnya seorang pejuang jalanan (Arif), yang secara sadar ikut dalam barisan mahasiswa untuk berjuang. Tapi apalah daya nasib berkata lain, kita harus tetap memperjuangkan pembungkaman dan pelepasan tanggungjawab oleh pihak kepolisian. Yang seakan melupakan dan menganggap kasus ini tidak pernah terjadi.
Semangat Arif harus tertanam dalam jiwa kita, dan ikut mengabarkan kepada kawan-kawan pemuda serta masyarakat luas, bahwa ketika hak-hak terampas oleh para penguasa dan kaki tangannya, sudah menjadi kewajiban untuk mempertaruhkan nyawa demi terwujudnya keadilan dan tegak kebenaran di Bumi Pertiwi ini.
1). http://nasional.kompas.com/read/2014/11/17/21225431/Jokowi.Tetapkan.Harga.Premium.Rp.8.500.dan.Solar.Rp.7.500
2). http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5465ca0d65500/wartawan-jadi-korban-kekerasan–kapolri-minta-maaf
3). http://indotimnews.com/bentrok-kampus-umi-benarkanh-arif-tewas-terjatuh-atau-ditabrak-mobil-water-canon/
4). http://www.cakrawalaide.com/2014/11/kronologi-tindakan-represif-aparat-terhadap-mahasiswa-umi-satu-warga-tewas
5).http://regional.kompas.com/read/2014/11/28/17482861/Otopsi.Buktikan.Korban.Tewas.Demo.Makassar.Alami.Patah.Tulang.
Tulisan ini adalah salah satu yang lulus dalam Bali Journalist Week 2015, pada tanggal 10 – 15 Agustus 2015 di Denpasar
No Comment