catatankaki.info — Pengurusan akademik mahasiswa selalu disebut tidak mudah. Ketika terjadi keterlambatan misalnya dalam pembayaran, pengurusan KRS(Kartu Rencana Studi) atau evaluasi semester, mahasiswa diperhadapkan pada permasalahan birokrasi yang kompleks.
Mekanisme berstandar ganda atau hal – hal lain yang membuat kesulitan dalam mengakses hak administratif sebagai mahasiswa. Birokrasi kampus (rektorat/fakultas) sebagai penyelenggara pendidikan bertanggung jawab terpenuhinya hak mahasiswa dalam memperoleh pengajaran pada akhirnya menjadi pusat kekacauan tersebut dan pastilah merupakan suatu kewajaran jika itu terjadi mengingat itulah tugas dan fungsi dari birokrasi kampus.
Kesulitan dalam mengurus administrasi dirasakan Ang, seorang mahasiswa Sastra yang hendak mengurus keterlambatan pembayaran SPP-nya. Seminggu ia mengurus agar akun pembayarannya dapat dibukakan. Beberapa kali ia harus bolak – balik rektorat-fakultas untuk memenuhi persyaratan yang diberikan oleh pihak rektorat.
Ketika menghadap ke kantor bagian Akademik (17/2) senin lalu, Ang diberitahukan bahwa WRI tidak mau bertemu. Padahal untuk menemui WRI saja beberapa kali ia harus menunggu karena beliau sangat sulit ditemui lantaran sedang diluar kota atau sedang rapat. Setelah selesai membuat surat pengantar dari fakultasnya Ang kembali ke rektorat bersamaan dengan beberapa orang dari fakultas yang berbeda dengan tujuan yang sama yaitu menemui WRI.
Tapi kemudian ia diberitahukan bahwa hanya mahasiswa yang mengurus skripsi dan ujian meja yang dapat melakukan pembayaran spp. Padahal, sebelumnya ia mendapat informasi bahwa saat itu masih masa perpanjangan untuk keterlambatan pembayaran.
Ang mengaku kesal saat itu. kepada tim caka ia sempat berkata, “kalau tidak mau bertemu mahasiswa jangan jadi WRI”. Kejadian seperti ini sebenarnya tidak perlu terjadi ungkapnya, jika saja ada mekanisme yang jelas untuk mengurus kendala administratif.
Ada atau tidak ada mekanismenya ia juga kurang begitu tahu karena tidak ada sosialisasi mengenai mekanisme tersebut sehingga ia hanya mengikuti persyaratan yang diberikan saat itu juga. Padahal di semester sebelumnya ia juga pernah mengalami hal yang sama tetapi tidak mengalami kesulitan seperti saat ini, tutupnya.
Jika untuk hal sepele dan remeh seperti ini saja tidak ada mekanisme yang jelas dari birokrasi kampus, bukan hal yang mengejutkan jika terjadi suatu kesalahan yang dilakukan birokrasi kampus dilimpahkan ke mahasiswa dengan alasan yang beragam, dan sekali lagi mahasiswa sebagai konsumen pengguna jasa pendidikan hanya bisa gigit jari.
Seperti yang terjadi pada mahasiswa di fakultas perikanan dan kelautan baru – baru ini. Itu baru permasalahan tentang mekanisme administratif, lalu bagaimana jika masalah selanjutnya bukan hanya sekedar mekanisme tapi pada human error ditubuh penyelenggara pendidikan itu sendiri. Misalnya saja pegawai kemahasiswaan yang tidak ingin bertemu mahasiswanya.*
Reporter : Rmb
Penulis : Rmb
No Comment